Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa kasus pengancaman dengan kekerasan, I Gede Ari Astina alias Jerinx.
Hakim menilai keberatan Jerinx sudah memasuki ranah pembuktian.
"Mengadili, menyatakan keberatan dari kuasa hukum terdakwa I Gede Ari Astina alias Jerinx tersebut tidak dapat diterima," kata Hakim di ruang sidang Hatta Ali PN Jakpus, Rabu (5/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan demikian, proses persidangan kasus Jerinx bakal dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. Hakim PN Jakpus kemudian meminta kepqda Jaksa Penuntut Umum agar menghadirkan saksi dalam persidangan selanjutnya.
"Memerintahkan kepada penuntut umum untuk menghadirkan para saksi dan barang di persidangan," kata hakim.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai dakwaan Jaksa telah sesuai dengan ketentuan Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Sebelumnya, Jerinx telah didakwa melakukan pengancaman berisi kekerasan terhadap pegiat media sosial Adam Deni. Dugaan ancaman dengan kekerasan itu dilakukan Jerinx awal Juli lalu.
Lewat ponsel istrinya, Nora Candra Dewi alias Nora Alexandra, Jerinx menuding Adam sebagai hacker dan menghilangkan akun Instagram miliknya @jrxsid. Tudingan itu dilontarkan Jerinx dengan kata-kata kasar.
Atas perbuatannya tersebut, Jerinx kemudian dijerat Pasal 29 Jo Pasal 45 B UU ITE serta Pasal 27 ayat (4) Jo Pasal 45 ayat (4) UU ITE.
Dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukumnya, Jerinx meminta agar penahanannya ditangguhkan dan hanya menjadi tahanan kota.
Ia juga menyinggung keberadaan sosok bos besar yang disebut memiliki level di atas Presiden. Sosok tersebut juga sempat meminta uang senilai Rp10-15 miliar sebagai syarat pencabutan laporan Adam Deni. Selain itu, ia juga menyebut barang bukti dalam perkara ini ilegal.
Menanggapi eksepsi ini, Jaksa meminta Majelis Hakim PN Jakpus menolak keberatan Jerinx. Jaksa menilai keberatan yang diajukan Jerinx tidak memenuhi persyaratan keberatan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 156 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Dengan demikian maka eksepsi atau nota keberatan penasehat hukum terdakwa harus dinyatakan ditolak atau tidak dapat diterima," jelas JPU dalam persidangan, Rabu (29/12).