Kasus Anak Anggota DPRD Cabuli Siswi Berakhir Damai, DPR-LPSK Kecam
Kasus penyekapan dan perkosaan siswa SMP di Riau yang diduga dilakukan oleh anak Anggota DPRD Pekanbaru berakhir damai usai ada pencabutan laporan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komisi III DPR pun mengecam dan meminta penyelidikan tindakan aparat ini.
Kapolresta Pekanbaru Kombes Pria Budi membenarkan kedua pihak sudah berdamai usai keluarga korban AS (15) resmi mencabut laporan.
Dalam perdamaian kedua belah pihak yang dilakukan di Polresta Pekanbaru, 19 Desember 2021, itu turut hadir orang tua korban dan pelaku, kuasa hukum korban, serta Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru saat itu, Kompol Juper Lumban Toruan.
"Korban (AS) mencabut laporannya. Ada pernyataan mencabut laporannya dan pernyataan perdamaian kedua belah pihak," kata Pria Budi, Selasa (4/1), dikutip dari detikcom.
Usai pencabutan laporan, penahanan pelaku AR langsung ditangguhkan dan hanya diwajibkan lapor dua kali dalam seminggu.
"Betul, sementara [penahanannya] ditangguhkan. Dia berkewajiban wajib lapor seminggu dua kali," kata dia, yang merupakan alumni Akpol 1999 tersebut.
Ayah korban, A, membenarkan sudah ada perdamaian dengan pelaku berdasarkan hasil musyawarah.
"Udah selesai, damai keluarga pada 19 Desember kemarin kalau enggak salah," kata orang tua korban saat dimintai konfirmasi, Selasa (4/1).
A mengatakan salah satu poin di surat perdamaian itu menyebutkan dilakukan pencabutan laporan dan kasus itu tidak dilanjutkan. Sehingga pihaknya langsung menandatangani surat perdamaian.
"Kalau udah damai, tentu tidak lanjut. Kalau lanjut, tidak ada perdamaian namanya. Jadi sudah cabut [laporan]. Kita tandatangani surat perdamaian di Polres, langsung cabut laporan," aku dia.
Sebelum perdamaian, ia mengaku keluarga Anggota DPRD Pekanbaru itu berulang kali datang ke rumah mereka untuk membahas perdamaian kasus itu.
"Hadir semua orang tua [saat perdamaian]. [Anggota DPRD datang] karena dia orang tua, ya hadir. Beberapa kali juga datang ke rumah," katanya.
Terpisah, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu menduga penghentian kasus itu menyalahi prosedur.
"Polisi tidak bisa menghentikan proses penyidikan dengan bersandar adanya persetujuan perdamaian antara korban/keluarganya dengan pelaku, mengingat perkosaan adalah delik biasa. Jadi, meskipun korban/pelapor telah mencabut laporannya, kepolisian tetap berkewajiban memproses perkara tersebut," ujar dia, Kamis (6/5) dikutip dari Antara.
Menurutnya, kepolisian perlu melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang memfasilitasi proses perdamaian untuk memastikan apakah langkah mereka benar-benar menerapkan prosedur atau diduga terjadi pelanggaran.
Jika perdamaian tersebut dimaknakan sebagai upaya restorative justice, Edwin menyebut Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Pidana memiliki prinsip pembatasan.
Misalnya, syarat formil salah satunya adalah semua tindak pidana dapat dilakukan restorative justice terhadap kejahatan umum yang tidak menimbulkan korban manusia.
"Pemerkosaan ini korbannya manusia. Jika benar dilakukan langkah-langkah untuk mendamaikan, tindakan tersebut telah melanggar Surat Edaran Kapolri dimaksud," kata dia.
Dalam tiga tahun terakhir, catatan LPSK menunjukkan perlindungan dalam perkara-perkara kekerasan seksual cenderung mengalami peningkatan. Pada 2019 terdapat 359 pemohon, 2020 terdapat 245 pemohon, dan pada 2021 terdapat 482 Pemohon.
Senada, Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menentang keras perdamaian dalam kasus dugaan perkosaan terhadap anak itu.
"Saya tentang keras karena tidak ada istilah perdamaian dalam kasus perkosaan apalagi terhadap anak. Yang ada adalah pelaku kalau terbukti harus dihukum berat sesuai UU yang berlaku," cetusnya, dalam pesan video yang diterima, Kamis (6/1).
"Kalau ada kompensasi selain hukum pidana penjara itu lain hal, tapi tetap perkara pidananya harus lanjut," ujar dia.
Politikus Partai Gerindra ini pun meminta kepolisian menindaklanjuti kasus ini. "Saya minta aparat kepolisian di Riau untuk perhatikan dan tindaklanjuti permasalahan ini," tandasnya.
Bersambung ke halaman berikutnya...