Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Saan Mustopa, meminta Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, fokus mengurus investasi dan tidak mencampuri soal jadwal penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Menurutnya, Bahlil sebaiknya tidak menyampaikan pernyataan yang menimbulkan kegaduhan politik.
"Lebih baik Bahlil konsentrasi bagaimana investasi di Indonesia ini tumbuh sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan itu juga sedikit akan membantu terkait dengan pemulihan ekonomi," kata Saan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (11/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita berharap semua karena sekarang sedang fokus menangani pandemi, menangani recovery pasca pandemi, maka para pejabat jangan membuat suasana politik menjadi lebih gaduh begitu saja. Jadi konsentrasi saja di tugasnya masing-masing," sambungnya.
Dia menyampaikan, Komisi II DPR tidak mewacanakan pengunduran waktu penyelenggaraan Pilpres 2024. Pasalnya, menurutnya, mengundurkan waktu penyelenggaraan Pilpres bertentangan dengan konstitusi.
"Konstitusi kita mengatakan bahwa yang namanya pemilihan umum dilaksanakan lima tahun sekali," kata Ketua DPD Partai NasDem Jawa Barat itu.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengatakan bahwa Bahlil telah menyampaikan pandangan menyesatkan.
Menurutnya, pernyataan itu pun telah memperlihatkan bahwa Bahlil tidak mengerti konstitusi.
"Sekali lagi, pandangan ini sangat menyesatkan, pandangan ini menandakan bahwa dia tidak mengerti konstitusi Republik Indonesia," katanya.
Atas dasar itu, Syarief mengimbau publik taat konstitusi. Dia menegaskan, pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan konstitusi sama artinya dengan merusak demokrasi.
"Kita sebagai warga negara yang baik harus betul-betul loyal dan taat terhadap konstitusi. Kalau ada yang berpandangan di luar konstitusi, berarti dia adalah merusak demokrasi," ucapnya.
Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan bahwa rata-rata pelaku usaha berharap penyelenggaraan Pilpres 2024 ditunda. Pertimbangannya tak lepas dari pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
"Kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini, dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan, itu jauh lebih baik," kata Bahlil dalam acara rilis survei Indikator Politik Indonesia, Minggu (9/1).
"Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik. Jadi itu hasil diskusi saya sama mereka," sambungnya.
Bahlil menyebut langkah memajukan atau memundurkan waktu penyelenggaraan pemilu bukan sebuah hal yang haram dalam sejarah perjalanan Indonesia. Pernah terjadi di Orde Lama dan peralihan era Orde Baru ke Reformasi.
Sebagai informasi, berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia diketahui bahwa mayoritas responden tidak mau jika masa jabatan Presiden Jokowi diperpanjang hingga 2027. Mereka menolak wacana tersebut meski ada alasan demi memulihkan perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19.
"33,4 persen setuju, 30,9 persen sangat tidak setuju, 2,9 persen kurang setuju, dan 5,2 persen sangat setuju," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam paparan hasil survei lembaganya, Minggu (9/1).
(mts/kid)