KPK Sita Dokumen Proyek Ganti Rugi Lahan di Kasus Rahmat Effendi
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan barang bukti berupa dokumen proyek ganti rugi lahan terkait kasus dugaan suap yang menyeret Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi.
Barang bukti tersebut diperoleh dari penggeledahan di tiga lokasi berbeda yakni Bekasi, Jakarta, dan Bogor yang dilakukan penyidik KPK, Senin (10/1).
"Tindakan penggeledahan ini dilakukan di kantor dan rumah kediaman dari para tersangka dan pihak-pihak yang terkait dengan perkara. Bukti-bukti yang kembali ditemukan di antaranya adalah berbagai dokumen proyek ganti rugi lahan di Bekasi," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Selasa (11/1).
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyampaikan pihaknya akan menganalisis barang bukti tersebut untuk kemudian bisa dilakukan penyitaan atas izin Dewan Pengawas KPK.
Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, penyidik tidak bisa begitu saja melakukan penyitaan. Mereka harus mempunyai bekal izin Dewan Pengawas KPK. Berbeda dengan UU lama yang memungkinkan penyidik melakukan penyitaan dalam keadaan mendesak.
"Verifikasi bukti-bukti dengan dugaan perbuatan para tersangka akan dilakukan di antaranya dengan mengonfirmasi kepada para saksi yang akan dipanggil oleh tim penyidik," tambah Ali.
Sebelumnya, KPK juga sudah menggeledah rumah dinas Rahmat Effendi alias Bang Pepen. Dari sana, penyidik mengamankan dokumen proyek dan barang elektronik.
Pepen ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama 8 orang lainnya terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, serta pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi.
Berdasarkan temuan awal KPK, Pepen diduga menerima uang lebih dari Rp7,1 miliar.
Mengenai ganti rugi lahan dalam kasus ini meliputi pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar; pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar; pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar; dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Sementara, delapan tersangka lainnya adalah Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, M. Bunyamin; Lurah Jati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Bekasi, Jumhana Lutfi selaku penerima suap.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; Lai Bui Min alias Anen, swasta; Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin selaku pemberi suap.
(ryn/arh)