Kejagung Usut Dugaan Korupsi Garuda Era Dirut Emirsyah Satar

CNN Indonesia
Kamis, 13 Jan 2022 03:30 WIB
Kejaksaan Agung usut dugaan korupsi terkait dengan pengadaan pesawat Garuda Indonesia.(PASCAL PAVANI / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat oleh PT Garuda Indonesia terjadi pada era kepemimpinan Direktur Utama (Dirut) Emirsyah Satar. Dugaan korupsi berkaitan dengan pengadaan pesawat.

"Iya, (ES) Emirsyah Satar," kata Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah kepada wartawan, Selasa (11/1).

Diketahui, Emirsyah menjabat sebagai Dirut di perusahaan pelat merah itu sejak 2005. Kemudian, ia mengundurkan diri dari jabatannya pada 8 Desember 2014.

Saat ini, Emirsyah merupakan terpidana kasus korupsi yang diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung pada 3 Februari 2021 lalu.

Emirsyah terjerat kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin dari Airbus dan Rolls-Royce. Ia dihukum pidana penjara selama delapan tahun.

Proses hukum berjalan hingga ke tingkat kasasi. Dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, Emirsyah juga dihukum membayar denda Rp1 miliar subsidair 3 bulan kurungan.

Terpisah, Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Supardi mengatakan bahwa pihaknya telah meminta keterangan dari Emirsyah Satar beberapa waktu lalu. Namun, ia masih enggan menjabarkan lebih lanjut mengenai hasil dari pemeriksaan tersebut.

"Sudah kami mintai keterangan. Kan posisinya di sana (penjara), kami yang datang ke sana," ucap Supardi.

Ia mengatakan bahwa penyidik mendalami dugaan korupsi pada proses penyewaan pesawat terbang yang kemudian dijadikan sebagai moda transportasi komersil tersebut.

Dalam hal ini, dugaan kasus berawal dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2009 hingga 2014 yang merencanakan pengadaan armada pesawat sebanyak 64 unit.

Dana untuk proyek pengadaan itu semula disediakan oleh pihak ketiga. Kemudian, PT Garuda Indonesia akan membayar kepada pihak lessor.

RJPP lalu merealisasikan pengadaan beberapa jenis pesawat, yakni 50 unit pesawat ATR 72-600. Lima diantaranya merupakan pesawat yang dibeli. Kemudian, 18 unit pesawat lain berjenis CRJ 1000. Enam diantara pesawat tersebut dibeli dan 12 lainnya disewa.

Namun, diduga terjadi peristiwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam proses pengadaan atau penyewaan pesawat tersebut. Kejagung menduga, proses tersebut menguntungkan pihak Lessor.

(mjo/bmw)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK