Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mendorong agar pemerintah memberlakukan kebijakan isolasi terpusat (isoter) alih-alih isolasi mandiri (isoman) terhadap warga yang terpapar varian SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau yang Omicron di Indonesia.
Miko menilai, isoman masih belum ideal sebagai upaya karantina lantaran minim pengawasan. Apalagi karakteristik varian Omicron lebih cepat menular sehingga dikhawatirkan membuat masifnya penularan di masyarakat dan terjadi lonjakan kasus yang tidak diinginkan.
"Kalau isoman siapa yang jamin mengawasi? Omicron itu kecepatan penularannya luar biasa, seharusnya jangan dibiarkan isoman. Nanti penularan di masyarakat akan semakin banyak, jadinya seperti pemerintah membiarkan penularan yang besar di masyarakat," kata Miko kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Miko menilai selama ini penerapan pengawasan di lapangan yang dilakukan pemerintah juga tidak efektif. Ditambah kondisi kesadaran warga yang mulai menurun terkait pentingnya menekan penularan Covid-19.
Ia yakin, banyak warga yang akan abai dengan tetap bepergian kala isoman, lantaran gejala Omicron cenderung ringan bahkan tanpa gejala. Pun selama ini pemerintah kerap mencatat banyak warga status hitam di aplikasi PeduliLindungi yang masih berkeliaran di fasilitas publik.
"Jadi pengawasan saat isoman tidak efektif itu. Konsep memang ada, namun pelaksanaan selama ini tidak ada, susah memang," kata dia.
Miko mengaku benar-benar mendorong agar pemerintah menempatkan pasien dengan gejala sedang dan berat di rumah sakit rujukan Covid-19, sementara sisanya diarahkan untuk menjalani masa karantina di tempat isoter yang difasilitasi oleh masing-masing pemerintah daerah.
Karakteristik varian Omicron yang lain, lanjut Miko, juga memiliki durasi kesembuhan yang lebih singkat dari varian Delta. Dengan demikian, kasus aktif Covid-19 diharapkan tidak sampai membuat fasilitas kesehatan dan isoter kewalahan menampung pasien Covid-19.
"Omicron lebih cepat masa sembuhnya dari Delta. Selain itu, yang jelas imunitas kita juga sudah lebih bagus, sudah dilatih oleh Delta. Sehingga kematian Covid-19 harian nantinya tidak akan sebesar Delta, dan rumah sakit tidak akan penuh seperti Juli-Agustus 2021 lalu," ujar Miko.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengklaim pemerintah nantinya bakal tetap melakukan pengawasan terhadap pasien terinfeksi varian Omicron gejala ringan atau OTG yang menjalani isoman.
Ia menambahkan skenario perizinan pasien Omicron yang isoman akan dilakukan apabila Indonesia mengalami lonjakan kasus Covid-19. Upaya itu guna mengurangi melonjaknya keterisian rumah sakit.
"Pasti ada pengawasan, RT, ada isolasi terpusat di desa juga diaktifkan. Jadi semua kasus Covid-19 baik Omicron atau tidak bisa isoman atau isolasi terpusat." kata Nadia kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/1).
Kemenkes, kata dia, saat ini juga sudah bekerjasama dengan 17 startup telemedicine dan juga startup bidang logistik dan Kimia Farma agar penyaluran obat pasien Covid-19 dapat tersalurkan secara tepat.
Selain itu, Kemenkes menurutnya juga telah menyiapkan setidak nya 400 ribu pil Molnupiravir untuk terapi pasien Covid-19 gejala ringan.