Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah membandingkan ambisi pemerintah untuk memindahkan ibu kota yang menganggarkan dana hampir Rp500 triliun dengan nasib ribuan guru honorer masih belum mendapatkan kejelasan atas status dan kesejahteraannya.
"Miris sekali, ribuan guru honorer masih terkatung-katung nasibnya. Tahun berganti tahun, namun kesejahteraan dan kepastian status ketenagakerjaan mereka masih terabaikan. Sementara pemerintah malah sibuk mengedepankan nafsu memindahkan ibu kota sesegera mungkin," kata Ledia dalam keterangan resminya, Rabu (19/1).
DPR telah mengesahkan RUU tentang ibu kota negara (IKN) menjadi Undang-undang (UU) pada rapat paripurna yang digelar Selasa (18/1). Pemerintah mengatakan status ibu kota negara dari DKI Jakarta akan pindah ke Kalimantan Timur pada semester I 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ledia menilai persoalan guru honorer di Indonesia seperti sebuah drama yang tak kunjung usai. Bertahun-tahun persoalan guru honorer di sekolah negeri maupun swasta terus mendulang kepedihan.
Dari sisi kesejahteraan, ucap dia, nasib guru honorer memprihatinkan. Sebab hanya mendapat kisaran gaji puluhan hingga ratusan ribu rupiah per bulan. Ia lantas mendorong agar guru honorer ini diangkat menjadi PNS demi kejelasan status dan peningkatan kesejahteraan.
"Namun Pemerintah kemudian menghentikan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk formasi guru mulai 2021. Sebagai gantinya pemerintah meminta para guru honorer untuk mengikuti seleksi calon guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)," kata dia.
Memasuki tahun 2022, Ledia mencatat persoalan guru honorer masih berlanjut. Ia menyoroti penyelenggaran seleksi PPPK pada 2021 lalu bermunculan masalah baru. Salah satunya banyak sekolah swasta kini terancam kehilangan sangat banyak guru imbas yang lolos PPPK ditarik di sekolah-sekolah negeri.
Sorotan itu juga pernah dikemukakan oleh Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Alpha Amirrachman yang mengatakan pengangkatan guru honorer menjadi PPPK membuat banyak guru-guru sekolah Muhammadiyah yang berpindah menjadi guru di sekolah negeri.
"Menjadi tidak adil bagi sekolah swasta yang sudah mengentaskan guru-guru berkualitas ini karena mereka harus mencari guru pengganti dan itu tidak mudah," kata Ledia.
Melihat polemik itu, Ledia meminta Pemerintah untuk segera merevisi proses rekrutmen PPPK guru sejak hulu sampai hilir. Ia meminta pemerintah memasukkan kajian dan rencana mitigasi risiko dalam perekrutan guru PPPK ini.
"Karena persoalan pemenuhan kebutuhan guru, peningkatan kualitas kesejahteraan guru dan kejelasan status ketenagakerjaan guru menjadi tanggung jawab bersama dan tidak boleh saling meninggalkan satu sama lain," ujarnya.