Kejaksaan Agung ingin mengoptimalkan kerja sama ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura dalam mengejar buronan. Ada 247 orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Agung.
Apabila mereka terdeteksi kabur ke Singapura, Kejaksaan Agung yakin penangkapan bakal lebih mudah dilakukan.
"Dengan adanya ini (ekstradisi) mempermudah kalau dia masuk Singapura kan akan lebih mudah kita untuk bisa bekerja sama dengan negara Singapura," ucap Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah kepada wartawan, Jumat (28/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri mengatakan bahwa 247 buronan Kejaksaan Agung tak cuma dari kasus tindak pidana korupsi.
"DPO di kita 247, di Pidsus. Jadi DPO itu ada juga (perkara) pajak, pabean, jadi bukan hanya tipikor saja," kata Febrie.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong resmi meneken perjanjian ekstradisi di Bintan, Kepulauan Riau pada Selasa (25/1). Namun, perjanjian itu tidak bisa berlaku sebelum Indonesia meratifikasinya.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly juga optimis DPR segera meratifikasi perjanjian ekstradisi tersebut. Ratifikasi harus dilakukan baik oleh parlemen Indonesia maupun Singapura agar perjanjian hukum bilateral antar kedua negara bisa mengikat.
"Kami akan mengajukan ke Presiden membuat Surpres (Surat Presiden) ke DPR agar segera ditindaklanjuti. Tugas berikutnya adalah untuk segera meratifikasi," kata Yasonna menjawab pertanyaan wawancara CNN Indonesia TV, Rabu petang.
"Saya melihat sejak perjanjian diteken, ada respons positif masyarakat sangat terlihat. Medsos media, saya kira teman-teman di DPR juga sudah mengantisipasi dan sudah akan semangat dengan ini. Saya percaya itu," imbuhnya.