Mahfud MD: Komnas HAM-Kejagung Tak Sinkron soal Pelanggaran HAM Berat

CNN Indonesia
Kamis, 27 Jan 2022 14:53 WIB
Mahfud MD menyatakan proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat selama ini lamban karena pengusutan Komnas HAM dan Kejaksaan Agung tidak sinkron.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD bertemu dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (15/3) Foto: CNN Indonesia/ Michael Josua
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengungkapkan, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung sering tak sinkron dalam proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Baik dari bukti yang dikumpulkan, maupun cara pembuktian bukti tersebut.

Menurut Mahfud, hal itu menjadi kendala besar dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Pasalnya, penyelesaian kasus menjadi macet.

"Sekarang ini ada problem problem di lapangan karena bukti bukti dan cara pembuktian antara yang dilakukan oleh Komnas HAM dan Kejagung sampai sekarang masih sering tidak sinkron," kata Mahfud secara daring, Kamis (27/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahfud berkata, Kejagung kerap tak sepakat dengan bukti-bukti dari hasil penyelidikan Komnas HAM. Oleh sebab itu, kasus-kasus pelanggaran HAM berat mandek dan sulit masuk ke tahap penyidikan.

"Apa yang dilakukan oleh Komnas HAM ini hasil penyelidikan, lalu di Kejaksaan Agung tinggal sidik. Tapi Kejagung menyatakan, 'ini tidak memenuhi standar pembuktian' dua alat bukti yang cukup yang bisa dipertanggungjawabkan," jelas dia.

"Jadi di situ sering macet," imbuhnya.

Meski begitu, Mahfud mengklaim pihaknya akan terus mencari solusi alternatif. Sehingga, kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dapat dituntaskan.

"Tapi kita terus cari jalan tengah agar bisa diselesaikan," ucapnya.

Diketahui, pemerintah sudah mengantongi daftar 13 pelanggaran HAM berat di masa lalu. Dari 13 kasus, sebanyak 9 kasus terjadi sebelum tahun 2000 dan 4 kasus terjadi setelah 2000. Termasuk kasus Paniai, Papua.

Pemerintah mengklaim hanya bisa menyelesaikan empat kasus pelanggaran HAM. Sebab mengacu pada UU Nomor 26 Tahun 2000 Pasal 43 tentang Pengadilan HAM dikatakan bahwa kejahatan HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 bisa diadili Pengadilan HAM Ad Hoc. Mahfud menerangkan jenis pengadilan tersebut dibentuk atas usulan dari DPR.

Kemudian, dari empat pelanggaran HAM berat yang terjadi di atas tahun 2000, baru satu yang masuk ke tahap penyidikan di Kejaksaan Agung, yakni peristiwa Painai berdarah.

Paniai berdarah merupakan insiden yang terjadi pada 8 Desember 2014. Kala itu, warga sipil tengah melakukan aksi protes terkait pengeroyokan aparat TNI terhadap pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai.

Dalam peristiwa itu, empat pelajar tewas di tempat usai ditembak oleh pasukan gabungan militer. Sementara, satu orang lain tewas usai mendapat perawatan di rumah sakit beberapa bulan kemudian.

(yla/gil)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER