Komunitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menyebut tindakan intoleransi yang terjadi di Balai Harapan, Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat merembet ke daerah lain.
Ketua Komite Hukum JAI, Fitria Sumarni mengatakan pihaknya mendapatkan informasi surat penolakan terhadap Jemaat Ahamdiyah di Kecamatan Toho, Mempawah, Kalimantan Barat.
"Tindakan intoleransi terhadap komunitas muslim Ahmadiyah yang ada di Balai Harapan kini sudah merembet ke daerah lain," kata Fitri dalam konferensi pers virtual, Jumat (28/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penolakan itu disampaikan dalam sebuah surat uang ditandatangani Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan Toho, antara lain, camat, Kapolsek, Danramil, Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga KUA setempat.
Fitria mengungkapkan pihaknya berharap kasus intoleransi terhadap Jemaat Ahmadiyah di Kalimantan Barat tidak meluas. Sebab, hal itu akan mengancam hak asasi pengikut Ahmadiyah.
"Tentunya kita tidak akan berharap ini akan terus merembet ke daerah lain," tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Fitria juga mengungkapkan Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Sintang sedang diliputi kekhawatiran. Sebab, alih-alih menerbitkan izin tempat ibadah, Bupati Sintang justru mengintimidasi mereka.
Fitria mengatakan Pemkab Sintang sempat meminta agar jemaat membongkar sendiri masjid Miftahul Huda yang telah mereka bangun secara swadaya selama bertahun-tahun. Jemaat Ahmadiyah yang merasa keberatan kemudian meminta diadakan audiensi.
![]() |
Mereka memohon agar masjid itu tidak dibongkar. Pemkab Sintang lantas memberikan dua pilihan, yakni tanah dan bangunan masjid dibeli pemerintah atau mengalihfungsikan menjadi rumah tinggal.
"Saat ini komunitas muslim Ahmadiyah di Balai Harapan dan Kabupaten Sintang diliputi kecemasan dan kekhawatiran dengan langkah-langkah bupati dan pemerintah Kabupten Sintang yang terus mengintimidasi," tuturnya.
Fitria mengatakan Pemkab Sintang akhirnya menerbitkan surat perintah agar Masjid Miftahul Huda dibongkar dan dimodifikasi menjadi balai pertemuan atau rumah tinggal.
Sejumlah pejabat Pemkab Sintang bersama satu truk Satpol PP kemudian melakukan pengukuran luas tanah dan bangunan masjid tersebut.
"Kabankes Banpol bersama satu truk Satpol PP mendatangi Masjid Miftahul Huda lalu mereka mengukur tanah dan bangunan masjid," kata Fitria.
Sejak 2004, jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang mendapat penolakan masyarakat sekitar. Penolakan semakin menjadi-jadi pada akhir 2021.
Pada 14 Agustus, Pemkab Sintang menyegel masjid tersebut. Sebulan kemudian, Aliansi Umat Islam pun melancarkan serangan ke masjid itu.
"Mereka memporak-porandakan bagian dalam masjid, memecahkan semua jendela masjid, merusak dinding bangunan masjid dan bangunan di samping masjid, memecahkan toren air," ungkap rilis resmi JAI, Sabtu (4/9).
(iam/pmg)