Kejagung Periksa Tim Ahli Kemenhan Terkait Dugaan Korupsi Satelit

CNN Indonesia
Jumat, 04 Feb 2022 09:19 WIB
SW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma atau Tim Ahli Kemenhan, diperiksa kali ketiga oleh Kejagung terkait dugaan korupsi pengadaan satelit.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (tengah). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa Tim Ahli Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk mengusut tindak pidana korupsi pengadaan satelit tahun 2015-2021.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, pemeriksaan dilakukan pada Kamis (3/2) dengan agenda pemeriksaan saksi Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK) berinisial SW.

"SW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma atau Tim Ahli Kementerian Pertahanan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

SW sebelumnya tercatat telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi sebanyak dua kali oleh tim penyidik pada Selasa (18/1) dan Senin (24/1) kemarin. Tim penyidik juga sempat menggeledah apartemen milik SW pada Selasa (18/1) kemarin.

Selain SW, Leonard mengatakan, tim penyidik juga memeriksa satu saksi lainnya yakni Direktur Penataan Sumber Daya berinisial DS. Kendati demikian, tidak dijelaskan lebih lanjut ihwal asal instansi dari DS tersebut.

Permasalahan proyek ini berawal ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat Bujur Timur guna membangun Satkomhan.

Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak ini dilakukan kendati penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.

Namun pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo. Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.

Kasus mulai terendus lantaran Indonesia digugat ke dua Pengadilan Arbitrase luar negeri untuk membayar ganti rugi lantaran proses penyewaan yang bermasalah.

Pertama, negara digugat ganti rugi sebesar Rp515 miliar pada 2019 oleh Avianti. Kemudian, 2021 negara kembali digugat USD21 juta oleh Navayo.

(tfk/wis)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER