Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, meminta bantuan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan tokoh-tokoh NU terkait aksi aparat di wilayah pemukiman mereka.
Warga yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan dirinya pun seorang nahdliyin. Dia pun meminta pengurus dan tokoh-tokoh NU untuk memberikan pertolongan kepada warga Wadas yang seluruhnya merupakan warga NU.
"Kami berharap sekali kepada siapa lagi untuk meminta tolong atau mengadu kalau bukan tokoh-tokoh NU yang akan melindungi warga NU-nya," ujar dia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, dengan situasi yang kini terjadi di Desa Wadas, tidak mungkin para warga meminta bantuan aparat kepolisian. Menurutnya, seharusnya NU dapat turun tangan membantu para warga.
"Ya. Yang pasti itu [meminta bantuan PBNU]. Pengurus atau pun tokoh NU melihat warganya diperlakukan seperti ini, apakah NU tidak akan ambil sikap?" ujar dia.
Sementara itu, akun twitter Wadas_Melawan pada Selasa (8/2) lalu mengabarkan ada pula beberapa anggota Banser yang menjaga di Wadas juga ditangkap polisi.
"Tidak hanya itu, beberapa Banser NU yang menjaga kaum nahdliyin Wadas saat bermujahadah di masjid juga ditangkap oleh aparat kepolisian," demikian dikutip dari akun twitter tersebut.
Terkait hal ini, Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurrozi meminta pemerintah menempuh jalan musyawarah dalam pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas. Dia meminta pemerintah tidak melakukan kekerasan terhadap para warga desa.
"Kita ingin agar proses yang dilakukan pemerintah mengedepankan musyawarah. Jangan ada teror karena ini kan untuk kemaslahatan," katanya, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (8/2).
Selain itu Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian sekaligus putri Presiden ke-4 RI, Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Alissa Wahid menegaskan rakyat berhak berpendapat dan bertindak atas tanah air yang dimilikinya untuk kepentingan yang lebih besar.
Hal itu ia sampaikan merespons pengerahan dan penangkapan warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah okeh pihak kepolisian sejak Selasa (8/2) kemarin.
Alissa menegaskan kebijakan negara seharusnya ditunjukkan untuk kemaslahatan bagi rakyatnya. Bukan sebaliknya justru mengorbankan rakyat.
"Padahal, kalaupun untuk kepentingan lebih besar, rakyat tetap berhak berpendapat & bertindak atas tanah airnya, sehingga proses "nembung" harus sampai di titik temu yang setara. Tidak boleh dikorbankan. Kaidahnya: kebijakan pemimpin haruslah ditujukan untuk kemaslahatan rakyatnya. Berapa banyak rakyat kecil yang sudah dikorbankan atas nama pembangunan?" kata Alissa yang dikutip dalam akun Twitter resminya @AlissaWahid.
Alissa menilai akar masalah konflik aparat dan warga di Wadas terletak pada paradigma pembangunan Indonesia. Ia menilai rakyat tengah diposisikan untuk menyerahkan tanah airnya kepada negara. Negara, kata dia, memiliki dalih meminta itu demi kepentingan lebih besar.
"Benar-benar rakyat itu (dianggap) kecil. Kalau menolak, dianggap membangkang kepada Negara. Dianggap diprovokasi. Boleh ditindak," kata dia yang kini juga dikenal sebagai salah satu Ketua PBNU itu.
Sebagai informasi, aparat kepolisian berseragam dan perlengkapan komplet masuk dan mengepung Desa Wadas pada Selasa (8/2) pagi. Polisi menyusuri desa sambil mencopot sejumlah spanduk berisi penolakan tambang batu andesit untuk Bendungan Bener serta merampas sejumlah peralatan milik warga.
Polisi juga menangkap puluhan warga yang dianggap melawan. Setidaknya 64 orang ditangkap mulai dari lansia hingga anak di bawah umur. Kedatangan aparat diklaim untuk mendampingi tim dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengukur lahan untuk pembangunan proyek Bendungan Bener.