Sejumlah generasi milenial Kalimantan Timur (Kaltim) buka suara terkait petisi penolakan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Nusantara di Penajam Paser Utara (PPU).
Terbaru, usulan penolakan daring di laman change.org tersebut sudah ditandatangani lebih dari 24 ribu kurang dari sepekan dibuat.
"Sah saja [petisi] itu. Asalkan sesuai prosedur," ujar Warga Kutai Kartanegara (Kukar) Muhibar Sobary Ardan kepada CNNIndonesia.com pada Kamis (10/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Muhibar menilai petisi itu memang digalang sejumlah tokoh karena ada persoalan. Dia pun menilai pemindahan IKN memang tak boleh tergesa-gesa, harus dipikirkan matang dan melibatkan warga.
"Pengesahan UU IKN itu salah satu contohnya, terlalu terburu-buru," katanya.
Selain itu, menurutnya tak semua warga paham dengan rencana pemindahan ibu kota. Hingga kini sebagian warga PPU hanya tahu soal ibu kota pindah, kata dia, sementara teknis lanjutan mengenai ihwal tersebut tak diketahui.
"Hal-hal detail seperti itu yang dibutuhkan warga," imbuhnya.
Pendapat serupa diberikan warga Samarinda, Hasyim Ilyas yang menilai langkah pemerintah memindahkan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur adalah untuk pemerataan pembangunan. Meskipun demikian, ada hal yang harus dipertimbangkan sebelum memacu pemindahan itu.
"Pemindahan IKN memang membawa berkah, tapi imbas dari kebijakan ini tak boleh disepelekan. Tanpa IKN pun sebenarnya Kaltim bisa maju, hanya saja pemindahan IKN menjadi motor penggerak agar lebih cepat mewujudkan itu," katanya.
Seorang mahasiswa di Samarinda, Zulkifli Nurdin menanggapi petisi itu mengatakan pemerintah memang harus memberikan jaminan terbaik ketika IKN pindah ke Kaltim. Jangan sampai, kata dia, imbas yang dirasakan masyarakat adat hingga lingkungan menjadi buruk.
"Harus ada aturan yang mengikat ketika IKN pindah ke Kaltim. Jangan sekadar wacana," tegasnya.
![]() |
Warga PPU, Yoyok Sudarmanto, mengatakan petisi tersebut adalah bagian aspirasi di mana konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berpendapat.
"Aspirasi dari warga harus diserap pemerintah," ujarnya.
Dia pun berharap kebijakan pemindahan IKN tak boleh prematur karena tergesa-gesa. Sehingga harus dipikirkan matang dan melibatkan warga khususnya yang berada di lingkaran IKN.
"Jangan sampai ada masalah di kemudian hari. Jangan pula agenda pemindahan IKN ke Kaltim hanya menguntungkan oligarki," tegasnya.
Setali tiga uang, Zakarias Demon Daton mengatakan pemindahan IKN ke Kaltim itu agenda besar sehingga jangan tergesa-gesa dan harus dihitung matang. Apalagi saat ini masih kondisi pandemi Covid-19. Pemerintah, kata dia, seharusnya lebih fokus mengurus pandemi karena berkaitan dengan nyawa.
"Ingat wacana pemindahan IKN memang baik untuk pemerataan pembangunan, tapi juga harus pungkas mengatasi urusan ekologi dan masyarakat adat. Jangan sampai mereka jadi korban," katanya.
Sebagai informasi, petisi dengan judul 'Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara' itu tercatat sudah diteken oleh 24.459 orang pada Kamis pagi. Para inisiator, Busyro dkk, mendorong warga Indonesia mendukung penolakan pemindahan IKN. Menurut mereka, pemindahan ibu kota di tengah situasi pandemi Covid-19 merupakan langkah yang tidak tepat.
Merespons petisi tersebut, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad pada Selasa lalu mengatakan itu bagian dari kebebasan berpendapat.
"Oleh karena itu, baik langsung atau melalui website itu dijamin kebebasannya dan itu bisa jadi tolak ukur juga berapa banyak sih yang meminta supaya perpindahan ibu kota ini ditangguhkan."
Ketua Tim Komunikasi Ibu Kota Negara (IKN) Sidik Pramono, Kamis, mengatakan pihaknya menghargai cara warga negara mengekspresikan pendapat. Pada saat yang sama, Sidik mengingatkan bahwa kebijakan itu telah disepakati bersama pemerintah dan DPR lewat pengesahan undang-undang IKN.