LIPUTAN KHUSUS

Rob, Tamu Tak Diundang dari Laut di Kampung Tak Bertanggul

CNN Indonesia
Kamis, 10 Mar 2022 11:01 WIB
Banjir rob merendam Muara Angke, akhir tahun lalu. Sejumlah wilayah belum terlindungi tanggul pantai yang bisa menahan luapan air laut. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Dua lemari di rumah Niar (39), warga Kampung Kerang, Cilincing, Jakarta Utara, sengaja dibuat tak menyentuh langsung lantai; batu bata mengganjalnya. Tak tampak pula sandal di teras. Semua rapi disimpan di dalam rumah, dekat pintu masuk.

Empunya rumah berharap baju-baju --yang sudah dicuci dan disetrika di lemari-- serta sandal-sandal itu bisa terselamatkan dari banjir rob yang masuk menerjang kapan saja, tanpa permisi.

Lokasi rumah Niar persis di pinggiran Kali Adem, Jakarta Utara. Di tengah kali itu terdapat beberapa pohon dan tumbuhan yang berjajar bak pagar. Di baliknya, terhampar lautan luas yang rutin mengirim air rob ke permukiman.

Masalahnya, kedatangan dan ketinggian air tak selalu dapat diprediksi.

Seperti pada Senin (31/1) pukul 11.00 WIB, saat matahari masih menyengat hampir di ubun kepala, banjir rob melanda dan merendam rata-rata hingga sepertiga bangunan rumah warga kampung tersebut. Banjir rob itu pun berlangsung hingga sembilan hari.


"[Lemari] ini aja kerendem banjir," ungkapnya.Di Rumah Niar, air nyaris menerobos jendela rumah. Walhasil, lemari yang sudah diganjal batu bata itu pun tetap terendam.

"Kalau lagi pasang emang gini. Pokoknya dari akhir bulan [Desember] pasang," lanjut dia.

Sudah 12 tahun Niar tinggal di Kampung Kerang. Itu cukup membuatnya terbiasa dengan banjir rob. Namun, terbiasa bukan berarti juga menikmati. Niar kerap berkhayal rumahnya bebas dari limpahan banjir rob yang kian merepotkan.

"Dulu jarang banjir. Tapi makin ke sini mah enggak tahu kok sering banget rob. Kayak udah langganan gitu, akhir bulan banjir. Tanggal 18 [Desember] sampai tahun baru banjir terus," keluhnya.


"Saya udah biasa keairan. Kalau ujan tambah parah. Ini enggak ujan aja udah segini. Ini mendingan selutut itu. Biasanya kelelep kan itu. Jadi kayak kolam ini, airnya enggak kemana-mana," tutur dia, sambil duduk di dipan depan rumahya.Warga Kampung Kerang yang lain, Kushadi, bercerita warga terpaksa berbasah ria tiap kali hendak beraktivitas. Nyaris tak ada jalanan yang kering.

"Paling kalau keluar, warga milih jalanan yang airnya cetek, nyari yang enggak terlalu dalem kalau mau keluar keluar," kisahnya.

Niar, yang sehari-hari berprofesi sebagai pengupas kerang hijau sebagaimana banyak dilakoni warga di Kampung Kerang, pun sudah mendengar prediksi beberapa peneliti bahwa Jakarta Utara bakal tenggelam pada 2050.

Namun, ia mengaku tak merisaukan jika 'ramalan' itu semakin dekat. Air yang berulangkali datang hingga setinggi pinggang pun tak bisa membuatnya pergi. Satu-satunya pilihan adalah tetap tinggal di wilayah ini bersama suami dan kedua anaknya.

"Tau keumuran tau enggak [2050]. Gimana entar aja. Itu kan masih ramalan ibaratnya. Sekarang aja mah mau tenggelam juga kemaren udah sepinggang berdiri mah kerendem," ucap dia.

"Mau gimana lagi, usahanya di sini," selorohnya.

Nihil tanggul

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak 2016 mulai menjalankan proyek National Capital Integrated Coastal Developmet (NCICD), tanggul raksasa di pesisir Jakarta. Proyek itu diklaim dapat menahan rob masuk ke pemukiman warga.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, belum lama ini, mengatakan tanggul akan dibangun sepanjang 130 km, mulai dari Muara Baru sampai Blencong. Dari jumlah itu, 46 km menjadi prioritas pada 2021.

Namun, target itu belum tercapai sampai tutup tahun. Dari target 56 km, baru 12,6 yang terbangun. Terkhusus di kawasan Kali Adem, belum ada pembangunan tanggul baru. Padahal, Pemrov menargetkan 3.900 m terbangun di sepanjang pesisir itu.


"Di sini belum ada tanggul. Udah disurvei segala, tapi belum denger bakal diiniin (direalisasikan) ya. Katanya kali ini bakal dibikin tanggul tapi sampai sekarang belum ada tuh. Survei doang," ujar Niar.

Absennya tanggul di Kali Adem dirasakan betul dampaknya oleh Niar. Dia membayangkan, jika ada tanggul, air rob kemungkinan bisa tertahan atau paling tidak mengurangi air masuk ke permukiman.

Meski begitu, dia sadar bahwa tanggul tak bisa diharapkan 100 persen. Ia pernah menyaksikan tanggul di kawasan Muara Angke yang tak jauh dari tempatnya tinggal jebol. Imbasnya, air masuk tumpah ruah ke permukiman dan sekolah-sekolah.

"2021 bulan berapa ya, kompleks di sana juga banjir semua. Muara Angke pasar banjir semua pas jebol itu. Jadi tanggulnya ancur temboknya jadi kena ke pasar pasar," cerita Niar.

Bersambung ke halaman berikutnya...

 

DKI Klaim Fase A Tanggul Jakarta Tuntas 2030


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :