LIPUTAN KHUSUS

Rob, Tamu Tak Diundang dari Laut di Kampung Tak Bertanggul

CNN Indonesia
Kamis, 10 Mar 2022 11:01 WIB
Sudah 12 tahun Niar (39) tinggal di Kampung Kerang. Itu cukup membuatnya terbiasa dengan banjir rob. Tapi bukan berarti juga menikmati. Yang ada malah nestapa.
Warga beraktivitas di Tanggul laut kawasan Muara Baru. Jakarta, Sabtu (18/12/2021). (Foto: CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)

Sekretaris Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Dudi Gardesi mengakui bahwa tanggul yang terbangun di ibu kota baru 32 persen dan belum berhasil membendung rob.

"Ini pun belum bisa diklaim 32 persen itu bebas banjir, karena belum menutup, masih bolong-bolong," kata dia, kepada CNNIndonesia.com saat ditemui di kantornya, Jumat (28/1).

Dudi berjanji pemerintah akan menuntaskan megaproyek itu. Ada tiga fase dalam megaproyek NCID. Fase A fokus meningkatkan perlindungan pantai yang ada saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada fase yang dimulai sejak 2016 ini, dilakukan penguatan dan pengembangan tanggul-tanggul pantai yang sudah ada sepanjang 30 kilometer dan membangun 17 pulau buatan di Teluk Jakarta.


"Untuk yang tanggul A ditargetkan 2030 selesai. nanti kita lihat dari 2030 itu masih harus ada skema skema lain atau tidak. Nah ini yang coba kita kejar sesuai dengan apa yang apakah cukup seperti ini atau perlu cara lainnya," ucap dia.

Pada 2022, pihaknya akan melanjutkan pembangunan 22 Km tanggul sisa dari target yang belum tercapai pada 2021. Pemprov, kata Dudi, sudah menyiapkan Rp100 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan tanggul itu.

Dalam rencana awalnya, Fase B berfokus dalam upaya membangun tanggul laut luar barat dan waduk besar yang dimulai pada 2018 sampai dengan 2022.

Kemudian Fase C fokus membangun tanggul luar timur yang akan dibangun setelah 2023. Beberapa pengembangan jangka panjang di sisi timur teluk Jakarta dilakukan dengan menutup bagian dari teluk untuk mengantisipasi jika penurunan muka tanah di Jakarta bagian timur tidak dapat dihentikan.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengatakan, berdasarkan kajian bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tanggul pantai sepanjang 46,2 km dari total 120 Km adalah tanggul yang dibutuhkan segera dibangun.

"Dari 46,2 km rencana tanggul pantai, telah selesai dikerjakan sepanjang 13 km bersama Pemprov DKI dan sebagian dilaksanakan swasta, sisanya masih 33,2 km. Dari hasil perjanjian kerja sama (MoU) yang menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR sepanjang 15,66 km, Pemprov DKI Jakarta 28,53 km, dan swasta 2,1 km," kata dia, September 2021.

Tanggul yang menjadi tanggung jawab Kementerian PUPR yang sudah tuntas pembangunannya mencapai 4,83 km. Sementara, yang sedang dibangun mencapai 3,77 km.

"Sedangkan untuk bagian Pemprov DKI yang sudah terbangun sepanjang 6,064 km dan yang sedang dibangun 0,296 km, sementara yang swasta sudah selesai 2,1 km," ujarnya. Bertindak selalu kontraktor PT Waskita Karya, PT Adhi Karya, PT Brantas Abipraya dan PT Sacna.

Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mengatakan angka penuntasan pekerjaan tanggul pantai per Kamis (24/2) pun belum beranjak dari angka di atas.

Bukan solusi 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menilai pembangunan tanggul saja tak akan berhasil mengatasi banjir rob karena tidak menyentuh permasalahan mendasar.

Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan akar permasalahan dari banjir rob dan ancaman ibu kota tenggelam adalah penurunan tanah dan krisis iklim.

Infografis fakta banjir rob yang bakal landa ujung utara jakartaInfografis fakta banjir rob yang bakal landa ujung utara jakarta. (Foto: CNN Indonesia/Fajrian)

"Itu [tanggul] tidak akan efektif kalau persoalan utamanya enggak kesentuh; penurunan tanah itu. Penurunan tanahnya harus dihentikan," kata pria yang akrab disapa Bagus itu, Senin (31/1).

Memang, katanya, ada pelambatan penurunan tanah belakangan ini. Namun, ia tetap meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap harus bergerak cepat dan bersikap tegas, salah satunya, terhadap korporasi yang menyedot air tanah untuk kebutuhan komersil.

"Yang paling signifikan itu [pengambilan air tanah] untuk komersil. Karena yang komersil ngambil air tanah cukup dalam dan hanya mereka yang bisa melakukan itu," ucapnya.

Langkah kedua, sarannya, adalah menekan krisis iklim yang sudah jadi masalah global. Pemprov DKI, lanjutnya, bisa berkoordinasi dengan berbagai pihak, misalnya, untuk menyetop pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara.

Sebab, sektor energi yang menyumbang emisi terbesar yang berdampak pada pemanasan global adalah PLTU.

"Mau sampai kapan pun itu [tanggul] enggak akan cukup [membendung banjir rob], kalau memang negara negara di dunia ini tidak punya tujuan untuk ke situ (menyetop krisis iklim)," tandas Bagus.

(arh/yla/tfq/yoa/cfd/arh)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER