Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menolak tuntutan denda Rp500 juta dan pembubaran yayasan milik Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa belasan santriwati.
Herry telah divonis penjara seumur hidup. Ia dinilai terbukti bersalah mencabuli 13 santri hingga beberapa anak didiknya itu melahirkan.
"Majelis berpendapat berdasarkan Pasal 67 KUHP, ketika orang dijatuhi hukuman mati dan pidana penjara seumur hidup (hukuman maksimal), di samping itu tidak boleh dijatuhi pidana lagi," kata ketua majelis hakim Yohannes Purnomo Suryo Adi, Selasa (15/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menjelaskan Pasal 67 KUHP ini mencegah kesewenang-wenangan dalam penjatuhan tuntutan pidana dan penjatuhan pidana. Menurutnya, terdakwa yang dijatuhi hukuman pidana dan dirasa telah meresahkan masyarakat, bukan berarti dijatuhi tuntutan pidana maupun denda yang semena-mena.
Oleh karena itu, hakim menilai tuntutan denda Rp500 juta dinilai berlebihan. Sehingga pihaknya tak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum tersebut.
"Sesuai ketentuan pasal 67 KUHP tersebut, tuntutan pidana denda subsider kurungan menjadi berlebihan dan tidak tepat. Oleh karena itu majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum dan tentang tuntutan pidana denda dan subsider tidak dapat diterapkan terhadap terdakwa," ujarnya.
Majelis hakim juga mementahkan tuntutan pembubaran yayasan milik Herry Wirawan. Hakim menilai pembubaran yayasan tersebut perlu mendapatkan putusan secara keperdataan.
Sebelumnya jaksa menuntut hakim membubarkan yayasan yang dikelola Herry Wirawan meliputi yayasan yatim piatu Manarul Huda, yayasan Tahfidz Madani dan Madani Boarding School.
Jaksa beralasan tempat tersebut telah menjadi lokasi perkosaan yang dilakukan terdakwa terhadap para santri di bawah umur sejak 2016 hingga tahun lalu.
"Majelis hakim berpendapat Yayasan Manarul Huda merupakan yayasan berbadan hukum. Oleh karena berbadan hukum, maka pendirian dan pembubaran mengacu pada undang-undang yayasan. Sehingga pemeriksaan dilakukan perorangan perdata bukan perkara pidana," ujar Yohannes.
Begitu juga dengan pembekuan dan pencabutan yayasan. Hakim menilai pembekuan dan pencabutan yayasan tersebut beririsan dengan status yayasan yang berbadan hukum seusai yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menurutnya, harus ada gugatan secara perdata agar yayasan itu tak lagi berbadan hukum.
Selain itu, perampasan harta serta aset yayasan yang dituntut jaksa juga erat kaitannya dengan yayasan. Sehingga apabila mau dilelang untuk biaya korban perlu putusan pengadilan.
"Majelis hakim berpendapat tidak bisa disita karena berkaitan dengan yayasan. Lelang apabila dilakukan pembubaran harus berdasarkan putusan pengadilan," kata Yohannes.
Sebelumnya, Herry Wirawan divonis pidana penjara seumur hidup karena terbukti memperkosa belasan santriwati sejak 2016 lalu. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan mati yang dilayangkan jaksa.
Selain itu, 9 korban pelecehan seksual Herry diputuskan hakim agar dirawat Pemprov Jawa Barat. Kemudian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) diwajibkan membayar restitusi kepada korban dengan total Rp331.527.186 (Rp331 juta).
(hyg/fra)