Tiga Saksi Kunci Kasus Korupsi Satelit Kemenhan Dicekal Kejagung
Kejaksaan Agung mencekal tiga orang terkait dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan bahwa ketiga orang tersebut merupakan pihak swasta yang merupakan saksi penting dalam perkara. Salah satunya, merupakan seorang warga negara asing (WNA).
"Sudah kami proses, ada tiga orang yang swasta. Dari DNK dua orang sama orang luar negeri satu," kata Supardi kepada wartawan, Kamis (17/2).
Adapun tiga orang tersebut merupakan Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK) sekaligus tim ahli Kemenhan berinisial SW, Presiden Direktur PT DNK berinisial AW dan seorang WNA berinisial TVDH.
Dalam hal ini, dia diduga sebagai konsultan tenaga ahli yang diangkat oleh PT DNK dan Kementerian Pertahanan untuk pengadaan satelit kala itu.
"Karena saksi penting, begitu saja," jelas dia.
Supardi pun mengatakan telah melakukan pengecekan latar belakang dari WNA yang diduga berkaitan dengan perkara tersebut.
Penyidik, kata dia, juga masih melakukan pengecekan data perlintasan antar negara untuk memastikan keberadaan TVDH. Ia diduga berada di luar negeri.
"Nanti kan by data kita lihat lah, kita mau liat perlintasan juga," jelas dia.
"Sementara mau minta data perlintasan. Tapi kami sudah dapat sih nomor paspor segala macam," tambahnya.
Sebelumnya, dugaan keterlibatan WNA tersebut sempat diungkap oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Dia diduga memiliki lebih dari dua identitas. Sosok itu, patut diduga membawa kepentingan asing di Indonesia.
Nama tersebut tercantum dalam materi gugatan perlawanan yang diajukan oleh Kemenhan ke Pengadilan Jakarta Pusat untuk membatalkan putusan arbitrase Singapura yang membuat pemerintah membayar denda ratusan miliar rupiah.
PT DNK diketahui merupakan pemegang hak pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk pengoperasian satelit kala itu.
Dimana, kasus ini berkaitan dengan kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak ini dilakukan kendati penggunaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016.
Indonesia kemudian digugat ke Pengadilan Arbitrase untuk membayar ganti rugi lantaran proses penyewaan yang bermasalah. Pertama, negara digugat ganti rugi sebesar Rp515 miliar pada 2019 oleh Avianti. Kemudian, 2021 negara kembali digugat USD21 juta oleh Navayo.
(mjo/isn)