Cak Imin Usul Tunda Pemilu, Kasus Hukum hingga Logika Dikritik
Sejumlah pihak yang menentang penundaan Pemilu 2024 menjadikan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, yang menginisiasi wacana tersebut, sebagai sasaran kritik.
Aliansi Gerakan Amankan Muhaimin Iskandar (Agamis) menyindir kasus kardus durian saat menggelar demonstrasi di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (2/3).
"Kami menuntut agar KPK mengusut Muhaimin Iskandar dalam pusaran tiga kasus korupsi," ujar salah seorang peserta aksi, Rabu (2/3).
Kasus pertama terkait dugaan suap pengucuran dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (DPPID) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans), yang kini berubah nama menjadi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Kasus ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT), pada Agustus 2011, salah satunya, terhadap Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan, Pembangunan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) I Nyoman Suisnaya.
Penyidik KPK menyita uang Rp1,5 miliar yang disimpan dalam kardus durian dan diduga merupakan suap.
Kasus kedua, dugaan suap pembahasan anggaran untuk dana optimalisasi. Cak Imin disebut-sebut menerima Rp400 juta. Ketiga, kasus korupsi proyek pembangunan jalan yang digarap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2016.
"Salah satu tersangka bekas anggota PKB, Musa Zainuddin," kata demonstran.
Hingga berita ini ditulis, Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, belum memberi respons terkait tuntutan elemen masyarakat tersebut.
Alasan Tak Logis
Sebelumnya, Cak Imin mengusulkan Pemilu 2024 diundur selama satu atau dua tahun sambil mengungkit tiga alasan. Pertama, para pelaku ekonomi biasanya akan membeku menjelang atau selama Pemilu.
Kedua, transisi kekuasaan biasanya menyebabkan laju ekonomi menjadi tidak pasti sehingga akan mengganggu tren pemulihan ekonomi. Ketiga, pemilu berpotensi menimbulkan konflik dan pembelahan di tengah masyarakat.
"Tentu saya hanya bisa mengusulkan, nanti yang akan ditentukan dan dibahas oleh para ketua umum dan juga oleh tentu penentunya adalah Bapak Presiden [Jokowi]," kata Cak Imin di Makassar, Selasa (1/3).
Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto menilai wacana penundaan pemilu hanya mendorong Indonesia masuk ke dalam krisis konstitusi.
"Bagaimana mungkin Anda mau menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi dengan mendorong Indonesia masuk dalam suatu krisis konstitusi?" cetus Arif kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (1/3).
Menurut Arif, pernyataan Muhaimin alias Cak Imin soal kerawanan politik juga tak berdasar.
"Mayoritas kerawanan politik nasional itu sumbernya berasal dari elite politik. Jadi kalau elite politik menghendaki supaya pemilu itu berlangsung damai, ya syaratnya gampang. Minta aja mereka untuk tidak bikin kisruh," sidirnya.
"Jadi jangan pemilunya yang digeser, ya kalian yang jangan bikin kisruh," sambungnya.
Senada, Pengamat Politik Ujang Komarudin menyindir elektabilitas rendah terkait usul penundaan pemilu.
"Jangan karena elektabilitasnya rendah lalu minta diundur. Jangan karena ada tekanan lalu minta diundur. Padahal itu bisa merusak tatanan demokrasi," ucapnya.
Sementara itu, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan dalih ekonomi terkait penundaan Pemilu 2024 adalah suatu kebohongan.
"Partai buruh dan serikat buruh serikat petani dan kelas pekerja lainnya menolak keras kalau ekonomi yang memburuk saat ini kata mereka dijadikan alasan untuk memperpanjang jabatan presiden dan itu adalah bohong," kata Said dalam konferensi pers yang digelar daring, Rabu (2/3).
Ia menjelaskan kondisi inflasi pada 2021 jauh lebih terkendali dengan angka 3,1 persen. Pertumbuhan ekonomi juga jauh lebih baik di angka 3,6 persen.
Sementara itu, Pemilu 1999 digelar saat kondisi ekonominya lebih parah dibandingkan tahun ini; inflasi 77 persen, pertumbuhan ekonomi minus 13,8 persen, pengangguran 13,8 juta, dan Gini Ratio 0,37 menurut BPS.
"Apa alasannya ketua ketua umum itu? Jangan-jangan enggak baca angka-angka ekonomi, asbun, asal bunyi, membodohi rakyat," tandasnya.
(ryn/blq/lna/arh)