BBWSC3 Sebut Banjir di Serang Luapan Bendungan Sindangheula
Banjir yang merendam Kota Serang, Banten, disebabkan luapan air Bendungan Sindangheula. Hal ini dibenarkan oleh Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, Cidurian (BBWSC3), I Ketut Jayada.
Dia menerangkan, ada sekitar 2 juta kubik air yang luber dari waduk ke permukiman warga.
"Daya tampung bendungan kami itu hanya 9 juta. Dari hasil perhitungan kami, debit yang diterima (bendungan) sekitar 11 juta, ada kelebihan yang memang harus mengalir ke laut secara alamiah, bukan kami sengaja, memang bisanya dia mengalir ke sungai," kata Jayada, Rabu (2/3).
Dia meninjau Bendungan Sindangheula bersama Wali Kota Serang Syafrudin dan Wagub Banten Andika Hazrumy. Mereka melihat kondisi air dan memastikan penyebab banjir terbesar yang pernah dialami di Kota Serang.
Jayada mengatakan curah hujan tinggi menyebabkan debit air di Bendungan Sindangheula tidak lagi tertampung, kemudian membanjiri Ibu Kota Banten. Sejak 28 Februari hingga 1 Maret, curah hujan yang turun mencapai 243 milimeter.
"Pengamatan kami ada curah hujan yang cukup tinggi dengan durasinya panjang 243 milimeter. Banjir kala ulang, curah hujan ini kalau ulang 200 tahun ya ini terjadi sekarang, sementara (bendungan) ini di desain 1.000 tahun. Ini mungkin pengaruh perubahan cuaca global warming, cuaca ekstrem," terangnya.
Banjir yang disebabkan luapan air dari Bendungan Sindangheula yang diresmikan Presiden Jokowi pada 4 Maret 2021 juga merendam kawasan Masjid Agung Banten. Hingga Rabu sore, air masih menggenangi kawasan makam Sultan Banten dan komplek Keraton Kesultanan Banten, di Kecamatan Kasemen, Kota Serang.
Salah satu tokoh dan ulama Banten, KH Fathul Adzim, sekaligus pimpinan Ponpes Masaqotul Muntadzir yang lokasinya tepat berdampingan dengan Masjid Agung Banten mengatakan, banjir terparah yang dialaminya terjadi sekitar 49 tahun lalu, tepatnya 1973. Kali ini, dia mengalami banjir yang dirasakan lebih parah dibanding saat itu.
"Iya, ini yang paling parah. Banjir itu hanya lewat saja, tidak lama, dan tidak menggenang seperti ini. Waktu itu airnya sampai naik ke masjid, lantai masjid sampe basah," katanya.
Dia mengenang peristiwa itu, saat banjir merendam kawasan Kesultanan Banten, dia masih seorang bocah yang duduk dibangku sekolah dasar. Banjir saat itu tidak lama, hanya beberapa jam saja.
"Seingat saya, dulu terjadi banjir di sini hari kedua Lebaran Haji pada tahun 1973, saya waktu itu kelas 4 SD. Waktu itu tidak dibantu hujan, tiba-tiba banjir. Hujannya kayanya waktu itu di daerah Pamarayan dan sekitarnya," jelasnya.