Pihak tersangka kasus pencabulan anak AKBP M melaporkan balik keluarga korban IS (13) terkait dugaan pemerasan.
"Iya memang pengacara melaporkan adanya dugaan pemerasaan yang diterima SPK (Sentra Pelayanan Kepolisian). Itu kasusnya akan dipelajari oleh penyidik Reskrim," kata Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Pol Komang Suartana, Selasa (15/3).
"Dipelajari dulu itu, kalau ada perkembangan nanti dilaporkan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpisah, kuasa hukum korban, Amiruddin, menilai laporan itu tak sesuai dengan fakta. Menurutnya, tersangka memang sudah menjanjikan lebih dulu beberapa hal kepada keluarga IS saat korban masih bekerja sebagai asisten rumah tangga.
"Kalau saya melihat itu jauh dari pemerasan. Bahwa itu adalah transaksional, kalau pun ada pemerasan harus dibuktikan," katanya.
"Itu harus yang dipahami kuasa hukum tersangka. Transaksi yang dilakukan M dengan keluarga korban itu dari sebuah kesepakatan awal, dimana tersangka sudah menjalin komunikasi dengan ibu korban," jelasnya.
Ia menuturkan komunikasi AKBP M dengan keluarga korban itu terjadi saat korban bekerja di rumahnya.
"Janjinya itu, tersangka akan membiayai sekolah korban, lalu tersangka berjanji akan menutupi biaya ekonomi keluarga korban. Nah, salah satu janji tersangka akan membayarkan kontrakan rumah korban. Jadi uang sebesar Rp2,5 juta itu adalah untuk biaya kontrakan rumah yang sebenarnya Rp5 juta," ungkapnya.
Sebelumnya, kuasa hukum pihak AKBP M, Erwin Mahmud, mengklaim menemukan dugaan tidak pidana salah satu keluarga pelapor kasus pencabulan yang menyebabkan kliennya dijadikan tersangka.
"Dimana dugaan itu ialah pemerasan, keterangan palsu, pencemaran nama baik dan trafficking. Ke depan kami akan melaporkan dugaan tersebut. Kami sudah mengantongi beberapa nama," kata Erwin saat memberikan keterangan persnya, Senin (7/3) malam.
Bahkan, dia mengklaim memiliki bukti pengiriman uang dari kliennya ke salah satu keluarga korban.
"Kalau pemerasan jelas. Sudah kami ambil datanya. Salah satunya itu transfer. Pihak keluarga korban awalnya meminta tolong terus berlanjut dengan cara tidak relevan sehingga klien kami merasa diperas dengan adanya permintaan tidak masuk akal," ungkapnya.
![]() |
"Awalnya cuman Rp200 ribu. Adanya unsur kasihan dengan alasan tak mampu bayar uang sekolah. Bukan hanya itu, biaya kontrakan juga, cicilan kendaraan. Itu diketahui keluarga korban. Mereka minta paling tinggi Rp 2,5 juta," bebernya.
Erwin juga menampik korban bekerja di rumah AKBP M sebagai ART. Menurutnya, korban hanya membantu membersihkan rumah kliennya saja berdasarkan tawaran dari keluarganya untuk memenuhi kebutuhan sekolah korban.
"Dia tidak bekerja, cuman bantu-bantu bersihkan rumah. Itu ditawarkan keluarga korban bahwa biaya sekolah anaknya, nanti dibantu bersihkan rumahnya. Rumah itu tidak ditinggali terus menerus AKBP M, cuma sesekali datang saja. Namun, kami tetap akan melaporkan balik kasus ini," pungkas dia.
(mir/arh)