Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Adies Kadir, menyatakan akan membentuk panitia khusus mafia tanah. Pembentukan ini merespons konflik lahan antara warga Bojong Koneng, Jawa Barat dengan PT Sentul City Tbk.
"Dari sembilan fraksi yang hadir, hampir semua tadi yang berkesimpulan bahwa kami akan membentuk Pansus Mafia Tanah," kata Adies usai melakukan kunjungan spesifik bersama sejumlah pimpinan anggota Komisi III DPR ke Desa Bojong Koneng dan Desa Cijayanti, Kamis (17/3).
Ia menyampaikan, pihaknya sudah mendengar langsung dan menerima banyak data. Adies mengaku miris cara-cara premanisme masih berkembang di suatu daerah di tengah era penegakan hukum serta zaman reformasi seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian hak-hak mereka untuk memiliki tanah yang sudah ditempati selama puluhan bahkan ratusan tahun itu juga tidak bisa difungsikan oleh keluarga mereka, bahkan ada intimidasi," katanya.
Adies menerangkan, Komisinya akan mengomunikasikan pembentukan pansus mafia tanah dengan Komisi II DPR. Menurutnya, permasalahan tanah merupakan bidang tugas Komisi II DPR.
"Kita akan bekerja sama dengan Komisi II," kata dia.
Lebih lanjut, Adies menyampaikan pansus mafia tanah nantinya tak hanya fokus pada permasalahan sengketa tanah di Bojong Koneng dan Cijayanti, mengingat kasus serupa juga terjadi di wilayah lainnya di Indonesia.
"Ini adalah role model, Bojong Koneng dan Cijayanti menjadi role model untuk kasus tanah di seluruh Indonesia. Kita akan mulai dari sini. Kami akan memulai dari sini. Dan semua fraksi hampir menyetujui," tutur Adies.
Salah satu keluhan warga Bojong Koneng ialah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Sentul City.
Kuasa hukum warga Bojong Koneng, Hendrasam Marontoko menilai bahwa pengembang menguasai sekitar 4.110 hektar tanah yang sebagian di antaranya merupakan hak milik warga Bojong Koneng.
Menurutnya, persoalan muncul setelah tanah milik warga Bojong Koneng mulai diakui sebagai milik PT Sentul City. Padahal, tanah tersebut tidak pernah ditanami karet dan sudah digarap oleh masyarakat sejak 1942.
"Sudah ada surat keterangan tahun 1990 dari PTPN 11 bahwa tanah garapan di lapangan tembak tidak termasuk dari SHGU PTPN 11, ini kaitannya sejarahnya HGB PT Sentul City didapatkan dari HGU PTPN 11, yang jadi pertanyaan kami kenapa kok ternyata tanah kami yang tidak termasuk ke dalam wilayah area PTPN (11) kok masuk ke dalam sertifikat tersebut," kata Hendarsam dalam RDPU yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta itu.
PT Sentul City mengatakan sebelumnya perseroan masih belum putuskan nasib warga pendatang yang saat ini masih menempati lahan sengketa di Desa Bojong Koneng.
Presiden Komisaris Sentul City Basaria Panjaitan membenarkan bahwa pihaknya memang sudah menyepakati perjanjian damai terkait kepemilikan lahan sengketa di Desa Bojong Koneng.
Hanya saja Basaria mengatakan kesepakatan tersebut masih terbatas pada warga yang sudah tinggal turun-temurun saja, bukan kepada keseluruhan warga yang mendiami area tersebut.
(mts/pmg)