Terdakwa kasus dugaan penyebaran dokumen elektronik milik pribadi di media sosial, Adam Deni Gearaka, mengungkapkan sejumlah kejanggalan proses hukum kasus ITE dirinya yang ditangani Bareskrim Polri.
Menurut dia, proses hukum tidak dilakukan sesuai prosedur. Kejanggalan itu seperti ada perbedaan jumlah pertanyaan antara apa yang dilayangkan penyidik dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Selain itu, Adam mengaku hanya didampingi oleh pengacara dari Bareskrim yang tidak profesional. Hal itu disampaikan Adam usai menjalani sidang dengan agenda nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (21/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya setelah ditangkap itu baru tahu ternyata laporan polisi yang dibuat oleh AS [Ahmad Sahroni] melalui kuasa hukumnya SYD itu dibuat tanggal 27 Januari 2022, dan saya, tanpa undangan klarifikasi, tanpa BAP sebagai saksi langsung ditangkap tanggal 1 Februari. Itu kalau kita durasi dengan waktu 5 hari itu kasus UU ITE pertama tercepat mungkin," ujar Adam kepada awak media, PN Jakarta Utara, Senin (21/3).
"Lalu, ketika saya ditangkap, saya di-BAP sebagai tersangka. Ketika tanda tangan BAP ternyata ada 50 pertanyaan, tetapi ketika BAP saya hanya ditanya beberapa pertanyaan saja dan didampingi oleh lawyer dari Bareskrim yang setelah 5 menit BAP dimulai, lawyer tersebut tertidur lelap sampai BAP selesai," sambungnya.
Selain itu, ia merasa mengalami diskriminasi proses hukum karena tidak diberikan kesempatan untuk mediasi dengan pelapor. Dalam hal ini Adam menyinggung I Gede Ari Astina alias Jerinx yang menjalani mediasi dengan dirinya dalam kasus UU ITE.
"Ini UU ITE maksudnya saya tidak dikasih kesempatan apa pun seperti kasus saya dengan Jerinx. Jerinx kan ada undangan klarifikasi, ada undangan BAP, terus ada proses mediasi juga. Kenapa saya tidak diberikan itu?" ucap Adam.
Dengan berbagai kejanggalan tersebut, Adam mengaku menjadi korban kriminalisasi.
"Saya menganggap wakil rakyat mengkriminalisasi rakyat dan saya tidak merasa ditangkap dan ditahan, tapi saya merasa sedang dibungkam," tegasnya.
Adam Deni bersama Ni Made Dwita Anggari (pemilik bisnis sepeda) didakwa melanggar Pasal 48 Ayat (3) jo Pasal 32 Ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Serta Pasal 48 ayat (2) jo Pasal 32 ayat (2) UU ITE dan Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU ITE.
Kasus ini bersinggungan dengan dokumen pembelian sepeda Ahmad Sahroni yang diunggah ke media sosial oleh Adam tanpa izin.
Sementara itu, dalam eksepsinya Adam melalui tim penasihat hukum meminta hakim membatalkan dakwaan jaksa penuntut umum.
(ryn/isn)