Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Teo Reffelsen menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Muhammad Fikry, guru ngaji di Bekasi yang didakwa melakukan begal tidak berdasarkan fakta persidangan.
"Kami Penasihat Hukum tentunya mengecam Tuntutan JPU, Tuntutan itu dibuat tidak berdasarkan Fakta Persidangan dan Hukum," kata Teo yang juga penasihat hukum Fikry, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (24/3).
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (24/3),Teo mengajukan pembacaan pleidoiatau nota pembelaan yang akan digelar satu pekan dari sidang tuntutan. Pihaknya pun akan menyusun nota pembelaan untuk meringankan hukuman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan mengajukan Pembelaan (Pledoi) minggu depan untuk membantah semua isi tuntutan JPU," ujar Teo.
Teo mengatakan berdasarkan tuntutan yang diberikan JPU kepada Fikry dan ketiga orang lainnya, yakni Muhammad Rizky, Abdul Rohman, dan Randi Apriyanto, sangat terlihat jelas bahwa orientasi tuntutan JPU terhadap para terdakwa bukanlah mencari kebenaran perkara, melainkan semata-mata hanya untuk memberi hukuman.
"Dari tuntutan kelihatan bahwa orientasi JPU hanya menghukum, bukan mencari kebenaran materil dari perkara ini, bahkan pertimbangan yang disampaikanpun hanya berdasarkan Keterangan para terdakwa di BAP, yang mana keterangan tersebut didapatkan dari hasil penyiksaan," tutur Teo.
Teo juga menilai tuntutan terhadap keempat remaja itu memperlihatkan kapasitas penuntut umum yang tidak kompeten.
"Tuntutan yang dibacakan enuntut Umum justru semakin menunjukkan inkompetensi sekaligus keragu-raguan atas segala dalil yang didakwakannya terhadap para terdakwa," kata Teo.
Teo menilai JPU secara sewenang-wenang menjadikan keterangan saksi dan terdakwa yang diberikan di luar pengadilan sebagai bagian dari fakta persidangan dalam tuntutan. Adapun keterangan tersebut berupa berita acara pemeriksaan (BAP).
"Padahal, berdasarkan Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, keterangan saksi dan keterangan terdakwa adalah apa yang ia nyatakan di muka persidangan," ujarnya.
Selain itu, JPU diyakini telah keliru menyebut saksi penangkap dan saksi verbalisant yang merupakan anggota Polsek Tambelang telah memberikan keterangan di persidangan sesuai dengan perluasan makna saksi sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010.
"Perluasan makna saksi dalam putusan tersebut merujuk pada saksi a de charge yang dihadirkan oleh tersangka/terdakwa dalam Pasal 65 KUHAP," ujar Teo.
Lebih lanjut Teo mengatakan, JPU membantah keterangan saksi alibi yang memberikan keterangan bahwa para terdakwa tidak berada di lokasi kejadian saat tindak pidana yang didakwakan terjadi.
"Bantahan penuntut umum hanya sekadar menyatakan bahwa saksi alibi memiliki kedekatan personal dengan para terdakwa," tuturnya.
Kemudian, dalam tuntutan yang dibacakan oleh JPU disebutkan bahwa pembuktian dalam persidangan telah memenuhi asas minimum pembuktian, yakni didasarkan pada 2 alat bukti yang sah.
Kendati demikian, dalam persidangan JPU hanya mampu menghadirkan satu orang saksi yang secara sepihak diklaim sebagai orang yang melihat, mendengar, dan mengalami tindak pidana.
"Sisanya, merupakan saksi-saksi yang sama sekali tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP," kata Teo.
Sementara itu, sejumlah kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) meminta Pengadilan Negeri (PN) Cikarang melihat secara objektif bukti-bukti yang ada bahwa kasus yang menjerat Fikry murni salah tangkap. Permintaan tersebut mereka sampaikan saat menggelar audiensi dengan pihak pengadilan, Kamis (24/3).
Ketua Bidang Pemberdayaan Umat HMI cabang Bekasi, Zulfikry menyatakan pihaknya tetap akan berada pada koridornya mengawal kasus dugaan salah tangkap yang dialami kadernya itu.
"Dia adalah kawan kami, kami secara moril tetap pada dasarnya membela ataupun menegakkan keadilan sebagaimana fakta-fakta yang ada," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Abdul, Ketua Koordinasi Aksi Himpunan Mahasiswa Islam cabang Bekasi mengaku telah menyampaikan tuntutan HMI di antaranya meminta PN Cikarang sebagai aparatur penegak hukum untuk menjaga marwah dan integritasnya.
"Kami meminta PN Cikarang untuk menjaga integritas dan marwahnya sebagai lembaga hukum," ujarnya.
Dalam kasus ini, Fikry ditangkap aparat Polsek Tambelang dan Polres Bekasi bersama delapan orang lainnya pada 28 Juli 2021 lalu. Usai ditangkap, Fikry dan 8 orang lainnya tak langsung dibawa ke Polsek Tambelang, melainkan ke halaman gedung Telkom. Lokasinya persis berada di seberang Polsek Tambelang.
Di sana, mereka mengaku disiksa agar mengaku telah melakukan pembegalan di Jalan Sukaraja pada 24 Juli 2021. Pukulan, tendangan, hingga todongan pistol di kening mereka alami.
Dari penangkapan itu, sebanyak lima orang dibebaskan, sementara Fikry bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka pelaku begal sepeda motor.
Keempat remaja itu dituding membegal seorang warga Desa Sukabakti, Tambelang bernama Darusman Ferdiansyah dan merampas satu unit motor NMAx darinya di Jalan Sukaraja, Bekasi pada 24 Juli 2021 dini hari.
Berdasarkan penelusuran, LBH Jakarta dan KontraS menduga empat remaja itu mengalami penyiksaan dan pemaksaan saat diinterogasi.
Pasalnya berdasarkan keterangan saksi polisi di sidang, empat remaja itu dibawa ke sel isolasi yang terdapat CCTV. Namun, jaksa menolak permintaan agar rekaman CCTV itu dihadirkan di persidangan.
![]() |