Membedah Draf RUU Sisdiknas: Madrasah, SD, SMP, SMA, SMK Hilang
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghapus frasa madrasah dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Penghapusan kata madrasah tersebut menuai protes banyak pihak.
Dalam draf RUU Sisdiknas yang diperoleh CNNIndonesia.com, pemerintah sudah tidak lagi menyebutkan jenis satuan pendidikan dasar maupun menengah.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 46 (1), "Jenjang Pendidikan dasar dilaksanakan mulai kelas 1 sampai dengan kelas 9."
Pasal 46 ayat (2) berbunyi, "Kelas 1 sampai dengan kelas 6 dirancang untuk mengembangkan kemampuan dasar dalam literasi, numerasi, dan berpikir ilmiah, serta mengembangkan karakter pelajar sebagai landasan bagi pengembangan diri dan sosial."
Selanjutnya, ayat (3) berbunyi, "Kelas 7 sampai dengan kelas 9 dirancang untuk mengembangkan lebih lanjut kemampuan dasar dan karakter yang telah dibangun pada kelas 1 sampai dengan kelas 6 untuk mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan sebagai landasan untuk melanjutkan Pendidikan ke Jenjang Pendidikan menengah."
"Jenjang Pendidikan dasar dilaksanakan melalui sub Jalur Pendidikan persekolahan, Pendidikan persekolahan mandiri, atau Pendidikan kesetaraan," demikian bunyi Pasal 47 draf tersebut.
Kemudian pada jenjang pendidikan menengah, pemerintah juga tak menuliskan satuan pendidikan seperti SMA, SMK, maupun madrasah aliyah (MA).
Pasal 49 ayat (1) RUU Sisdiknas hanya menuliskan, "Jenjang Pendidikan menengah merupakan Pendidikan yang dirancang untuk memperdalam pemahaman atas ilmu pengetahuan yang lebih variatif dan spesifik serta mempersiapkan Pelajar untuk: a. melanjutkan ke Jenjang Pendidikan tinggi; dan/atau b. mengembangkan keterampilan yang relevan dengan dunia usaha dan dunia kerja."
"Jenjang Pendidikan menengah dilaksanakan mulai kelas 10 sampai dengan kelas 12," demikian bunyi Pasal 50 draf tersebut.
Sedangkan, dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, satuan pendidikan ditulis secara jelas. Seperti dalam Pasal 17 ayat (2) yang berbunyi, "Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat."
Kemudian Pasal 18 ayat (3) berbunyi, "Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat."
Kepala BSKAP (Badan Standar, Kurikulum & Asesmen Pendidikan) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan frasa madrasah dan satuan pendidikan dasar lainnya dicantumkan di bagian bawah atau bagian penjelasan.
"Dalam revisi RUU Sisdiknas, semua nomenklatur bentuk satuan pendidikan seperti sekolah dan madrasah akan muncul dalam penjelasan," ujar Anindito saat dihubungi, Senin (28/3).
Namun dalam draf RUU Sisdiknas yang CNNIndonesia.com lihat, tak ada sama sekali penyebutan istilah madrasah, SD, SMP, maupun madrasah tsanawiyah di bagian akhir atau penjelasan.
Anindito menjelaskan bukan hanya madrasah seperti MI dan MTS yang tak dicantumkan dalam pasal-pasal RUU Sisdiknas, tetapi juga bentuk satuan pendidikan lain seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Hal ini dilakukan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU sehingga lebih fleksibel dan dinamis," ujarnya.
Secara terpisah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti khawatir penghapusan diksi madrasah bakal menimbulkan berbagai masalah baru.
"Tidak adanya madrasah dalam Rancangan Undang-Undang Sisdiknas 2022 dikhawatirkan menimbulkan beberapa masalah," kata Abdul dalam keterangan resminya, Senin (28/3).
Abdul menyebut setidaknya ada tiga masalah yang berpotensi muncul. Pertama, yakni masalah dikotomi sistem pendidikan nasional. Masalah kedua, kata Abdul, adanya kesenjangan mutu pendidikan. Terakhir, dapat terjadi dikotomi pendidikan nasional yang berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa.
(cfd/fra)