Eks Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati mengatakan restitusi atau ganti rugi yang dibebankan kepada pelaku kekerasan seksual masih perlu direnungkan kembali. Hal itu diutarakan usai panitia kerja RUU TPKS menyepakati sejumlah ketentuan baru per 4 April kemarin.
Sri mengungkapkan restitusi yang disepakati saat ini memang sudah mengalami kemajuan yaitu dimana ganti rugi tersebut telah diakui menjadi hak korban. Namun, dalam pengaturannya, dia menyebut ada inkonsistensi antara argumen pemerintah dengan aturan tersebut.
Dalam aturan terbaru disebutkan bila restitusi kurang maka bisa digantikan dengan pidana kurungan atau penjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tidak konsisten dengan argumentasi pemerintah bahwa lapas sudah over kapasitas. Sehingga seharusnya tidak lagi dikenai pidana penjara pengganti meskipun tidak lebih dari ancaman pidana pokok," kata Sri dalam jumpa pers secara daring, Selasa (5/4).
Sri juga mengatakan bahwa aturan restitusi saat ini justru berpotensi memberikan kembali beban kepada negara. Menurutnya, para pelaku kekerasan seksual wajib hukumnya menanggung segala ganti rugi dalam kondisi apapun.
"Kita di dalam jaringan pembela hak perempuan hendak mengupayakan agar restitusi ditanggung oleh pelaku dalam kondisi apapun. Negara hanya memfasilitasi. Sehingga tidak memberikan beban dan juga tidak menimbulkan dampak lain. Atau justru peningkatan kekerasan seksual karena tidak mampu [membayar], merasa negara sudah memiliki anggaran dipaksa oleh undang-undang untuk menyiapkan anggaran melalui dana bantuan korban itu sendiri," ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menilai rentang waktu 30 hari yang diatur untuk pelaku membayar restitusi merupakan waktu yang cukup lama. Restitusi itu, ujar dia, mestinya bisa dieksekusi usai putusan diumumkan.
"Karena ketentuan pembayaran ini harus menunggu, harus menunggu 30 hari apakah pelakunya sudah membayarkan atau belum. Kalau belum baru kemudian tergantung pada keaktifan korban atau keluarga atau ahli warisnya untuk memberitahukan pengadilan," tutur dia.
"Kalau pengadilan tahu, baru kemudian menegur memberikan surat peringatan tertulis kepada pelaku untuk membayar. Kalau tidak baru bersurat lagi ke jaksa. Jadi ini sangat lama dari 30 hari. Masih bertambah lagi waktunya," ujarnya.
(isn)