Seruan suara azan Asar berkumandang dari Masjid Al-Istiqomah di Jalan Pangeran Antasari, Samarinda. Panggilan salat itu kian menggema tatkala mendekati rumah ibadah yang berada di tepi jalan tersebut.
Masjid ini memang terkenal di Kota Tepian. Sempat viral di media sosial karena memiliki 13 pengeras suara atau megafon. Hal itu berbarengan dengan polemik pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait pengaturan pengeras suara masjid. Hingga kini pengeras suara tersebut masih tersusun rapi di sebelah kiri dan kanan menara masjid. Dari kejauhan pengendara bisa langsung mengenali.
Ketua Pengurus Masjid Al-Istiqomah, Muhammad Elansyah pun mengisahkan sejarah pemasangan 13 megafon tersebut. Kata dia, masih berkaitan dengan nilai-nilai agama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemasangan megafon ini berdasarkan rukun salat yang jumlah petunjuknya ada 13 butir," ujar Elansyah kepada CNNIndonesia.com, saat berkunjung Selasa (22/3) lalu.
Jumlah pengeras suara ini, kata dia, setidaknya bisa menjadi pengingat para jemaah yang salat di Masjid Al-Istiqomah agar lebih taat menjemput ibadah.
"Walaupun tak wajib, namun rukun tersebut tetap harus diketahui," sambungnya.
Dia pun tak ragu menyebut, jika pemasangan megafon ini merupakan bentuk kritik santun kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas terkait penerbitan aturan mengenai penggunaan pengeras suara masjid dan musala maksimal 100 desibel.
"Pemasangan 13 toa ini juga sebagai bentuk tes sosial. Buktinya sudah sebulan terpasang, tak ada warga yang protes," akunya.
![]() Masjid Al-Istiqomah di tepi Jalan Antasari Samarinda yang kukuh berdiri sejak 48 tahun lalu |
Dia juga menyatakan, pengeras suara tersebut tak dibeli sendiri oleh masjid. Semuanya merupakan sumbangan warga. Dari dulu hingga sekarang, pihaknya memang tak pernah meminta bantuan kepada pemerintah.
"Sistemnya komunal. Dari warga untuk warga," tegasnya.
Masjid Al-Istiqomah kukuh berdiri sejak 1974 hingga kini. Selama 48 tahun baru sekali mendapat pemugaran pada 1990. Waktu itu statusnya masih langgar, sekarang sudah menjadi masjid. Satu-satunya rumah ibadah di pinggir Jalan Antasari. Tak punya jemaah tetap, namun selalu membuka pintu bagi para musafir. Tak hanya itu, masjid tersebut juga terbuka selama 24 jam untuk pelayanan dan siar agama.
"Misi kami tak hanya sekadar menjadi tempat salat, tapi juga menjadi rumah singgah musafir serta sumber solusi untuk masalah yang dihadapi warga," jelasnya.
(rio/isn)