Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merespons sejumlah desakan anggota DPR agar IDI duduk bersama dengan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar guna membahas disertasi mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Disertasi Terawan itu terkait Cuci Otak yang juga dikenal juga sebagai metode Intra-Arterial Heparin Flushing (IAHF) untuk tujuan terapi yang merupakan modifikasi Digital Subtraction Angiography (DSA)
Desakan itu juga muncul usai Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI baru-baru ini mengungkapkan dugaan tekanan yang diterima Unhas untuk meloloskan disertasi Terawan pada 2016 lalu itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait permintaan DPR agar membahas ini, menurut kami ini ranah akademik. IDI hanya dalam rangka penegakan etik atas pelanggaran etik yang dilakukan sesuai kode etik kedokteran dengan pembuktian keterangan ahli dan bukti studi ilmiah," kata Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI Beni Satria saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (7/4).
Beni juga mengaku pihaknya belum menerima informasi lebih lanjut soal dugaan tekanan yang diterima Unhas itu. Ia menambahkan, dirinya belum bisa merespons soal Anggota MKEK IDI Rianto Setiabudy yang mengungkapkan dugaan tekanan itu ke publik melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IX bersama IDI pada 4 April lalu.
Juru Bicara PB IDI untuk Sosialisasi Hasil Muktamar IDI Ke-31 itu juga menyatakan, MKEK tidak bisa mencampuri ranah akademik terkait disertasi Terawan, sehingga ia juga belum bisa memastikan apakah pertemuan antara MKEK IDI dengan Unhas dapat terlaksana secepatnya.
"MKEK tidak bergabung dan mencampuri atau mengintervensi ranah akademik. Hanya saja dalam rangka penegakkan etik, membutuhkan bukti keterangan para akademisi dan juga jurnal ilmiah dari institusi pendidikan. Bukti keterangan ahli dan jurnal ilmiah tersebut lah yang menjadi dasar putusan MKEK," ujar Beni.
Anggota Komisi IX DPR RI Aliyah Mustika Ilham sebelumnya meminta IDI untuk duduk bersama dengan Rektorat Unhas dan tidak membuat kegaduhan di tengah masyarakat. Ia meminta semua pihak tidak saling menyalahkan antara satu dengan yang lainnya di hadapan publik.
Senada, Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mendorong agar IDI menyampaikan temuan mengenai kecacatan penelitian tersebut dalam bentuk publikasi ilmiah, dan tidak dengan menyebarkan retorika. Bila langkah itu ditempuh, menurutnya, akan membuat citra IDI lebih baik di publik
Sementara itu, Rektorat Unhas mempertanyakan dasar tudingan MKEK IDI yang menyebut adanya tekanan kepada para pembimbing untuk meluluskan disertasi Terawan pada 2016 lalu itu. Unhas justru balik bertanya kepada MKEK mengenai hal tersebut.
"Kami mengharapkan penjelasan dari MKEK IDI terkait hal ini," ujar Humas Unhas Ishak Rahman baru-baru ini.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Ketua MKEK IDI Djoko Widyarto melalui panggilan telepon dan pesan singkat untuk meminta konfirmasi ulang atas bentuk dugaan tekanan yang diterima Unhas terkait pelolosan disertasi Terawan. Namun yang bersangkutan belum dapat memberikan respons.