Koalisi untuk Hapus Hukuman Mati (Koalisi HATI) mengkritik praktik hukuman mati di Indonesia. Mereka menyoroti rendahnya transparansi dan akuntabilitas data serta informasi terkait hukuman mati.
"Tidak ada data resmi yang akurat yang dapat diakses oleh publik sehingga pemenuhan hak-hak terpidana mati menjadi diragukan," kata Pengacara Publik LBH Jakarta, Muhammad Fadhil Alfathan Nazwar dalam keterangan resminya, Sabtu (9/4).
Fadhil mengatakan, mayoritas terpidana mati adalah mereka dengan kejahatan narkotika. Ia menilai, pendekatan 'war on drugs' didasarkan pada data yang tidak tepat dan justru menambah jumlah vonis mati. Kebijakan yang dinilai keliru ini membuat penjara menjadi over kapasitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terpidana mati di lapas mengalami diskriminasi karena statusnya yang bukan sebagai 'narapidana/ warga binaan', sehingga banyak hak mereka yang tidak terpenuhi," ujarnya.
Menurut Fadhil, berdasarkan Undang-Undang Pemasyarakatan, terpidana mati tidak bisa disebut sebagai narapidana. Mereka bahkan tidak mendapatkan perhatian dari lapas saat menjalani masa tunggu eksekusi.
Selain itu, dikatakan Fadhil, vonis mati dijatuhkan melalui sidang virtual di masa pandemi yang memiliki banyak kelemahan untuk keadilan substansial. Hal ini disebut memberikan peluang besar tidak adilnya persidangan.
"Seperti kualitas bantuan hukum yang buruk yang dapat diberikan, cara penyampaian informasi yang terbatas, masalah teknis dengan internet dan perangkat yang digunakan di pengadilan, pembelaan yang tidak optimal," katanya.
Lebih lanjut, Fadhil merinci hukuman mati yang kerap menyasar kelompok rentan seperti lansia, orang miskin, perempuan, buruh migran, dan anak-anak.
Menurutnya, kebijakan Grasi yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi tidak memiliki parameter yang jelas.
"Tidak adanya perbedaan pertimbangan rekomendasi MA untuk grasi dan putusan hukum sebelumnya membuat urgensi rekomendasi dari MA dalam sebuah grasi khususnya pidana mati perlu dipertanyakan," ucapnya.
(lna/asr)