Dosen FMIPA UGM Karna Wijaya terancam dikenai sanksi manakala dirinya terbukti melanggar kode etik lewat unggahannya di media sosial terkait peristiwa pengeroyokan Dosen UI Ade Armando.
Kepala Bagian Hukum dan Organisasi (Hukor) UGM Veri Antoni mengatakan, hasil permintaan keterangan terhadap Karna hari ini oleh rektorat akan diserahkan kepada Dewan Kehormatan Universitas (DKU) UGM untuk diperiksa dan ditindaklanjuti.
"(Sanksi) tentu ada. Kalau ada pelanggaran kode etik ada sanksinya. Tetapi, itu sudah masuk kewenangan dari tim etik untuk menentukan sanksi apa nantinya," kata Veri ditemui di Balairung, UGM, Senin (18/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Veri pun menjabarkan jenis sanksi terberat yang bisa dikenakan kepada Karna jika dosen kimia tersebut terbukti menyebar ujaran kebencian.
"Sanksi terberat dalam konteks kita bisa saja misalnya penghentian atau penurunan jabatan misalnya. Atau bisa juga adalah penghentian melakukan kegiatan akademik. Itu dalam konteks administrasi etik ya," pungkasnya.
Kabag Humas dan Protokol UGM Dina W Kariodimedjo mengatakan, kampus memandang peristiwa ini telah menjadi konsumsi publik dan media. Sehingga diserahkan kepada DKU untuk ditelaah dan dicari keputusan terbaik.
"Bahwa aturan-aturan seperti ini memang seharusnya diserahkan ke DKU untuk menjaga marwah UGM supaya betul-betul nanti yang diperiksa dan juga hasil-hasilnya betul-betul sesuai dengan apa yang memang seharusnya ditegakkan oleh UGM," imbuhnya.
Menurut Dina, Karna telah memberikan keterangannya di depan rektor, wakil rektor bidang Sumber Daya Manusia (SDM), dan dekan FMIPA hari ini. Yang bersangkutan mengaku ada hal tak sejalan dengan fakta.
"Memang (dikatakan) ada hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Itu nanti akan didalami lagi. Mungkin dari pihak Prof Karna dan bagian hukor akan melihat yang mana itu. Memang kalau ada ketidakbenaran itu nanti ada hak jawab juga dari Prof Karna. Seterusnya nanti akan dikonsultasikan oleh Hukor UGM," pungkasnya.
Sebelumnya, Karna Wijaya mengaku hanya sebatas bercanda dalam mengomentari insiden pengeroyokan Pegiat Media Sosial (Medsos) sekaligus Dosen Universitas Indonesia (UI) Ade Armando di depan Gedung MPR/DPR, Senin (11/4) kemarin.
Dosen FMIPA UGM itu berdalih sebatas guyon dalam membuat konten yang diunggahnya ke media sosial tersebut.
"Saya memposting sesuatu yang sebenarnya hanya gojekan (bercanda), jadi kan sangat biasa sekali. Bahkan statement-statement yang dikeluarkan Ade Armando dan lain sebagainya itu lebih sakit," kata Karna usai dimintai keterangan oleh Rektor dan Dekan FMIPA di Balairung UGM, Sleman, Senin (18/4).
Karna mengklaim bukan hanya peristiwa Ade Armando saja yang ia komentari semacam ini. Ia melakukan hal serupa untuk isu begal maupun kejahatan jalanan yang kini ramai diplesetkan dengan istilah klitih.
"Sosial politik yang lain, ekonomi juga. Tapi tidak digoreng. Yang digoreng cuma (isu) Ade Armando saja," sebutnya.
Salah satu yang digoreng adalah ketika ia menimpali sebuah unggahan lain pada kolom komentar dengan menuliskan kata 'disembelih'. Karna menegaskan, komentarnya itu bukan dalam konteks peristiwa atau postingan mengenai Ade Armando.
Tangkapan layar komentar 'disembelih' itu, lanjut dia, terlihat layaknya telah diedit sebelum diunggah ke Facebook Kagama oleh seseorang berinisial JS tanpa sepengetahuannya. Dia tak mengenali dan mengetahui maksud yang bersangkutan melakukan hal demikian.
Terlepas dari itu, Karna mengakui telah salah memilih diksi dalam komentarnya. Sehingga memunculkan berbagai persepsi dalam komunikasi non verbal via medsos ini.
"Tapi saya kata 'sembelih' juga bukan dalam konteks Ade Armando," tegasnya lagi.
Salah satu unggahan Karna lain yang viral adalah postingan menyertakan kolase foto 9 tokoh seperti Ade Armandi, Permadi Arya, Guntur Romli, Denny Siregar, Dewi Tanjung dan beberapa lainnya. Satu figur diberi tanda silang di tengah adalah Ade Armando. Adapun caption yang berbunyi 'Satu Persatu Dicicil Massa' diikuti emoticon tertawa.
Karna mengaku mengunggahnya, namun lagi-lagi dalam konteks bercanda. Foto kolase tersebut, menurutnya, juga diambil dari postingan lain dari grup WhatsApp yang bukan buatannya.
"Itu sebenarnya guyonan. Tapi sebenarnya begini, nyuwunsewu saya mengekspresikan itu kan sebenarnya wajar saja. Nggak ada maksud politik ya, tapi kalau mau dikait-kaitkan politik ya monggo. Saya itu sebenarnya termasuk klitih dan lain sebagainya juga saya berikan komentar. Itu pun sebenarnya juga tidak ada (unsur) penghinaan menurut persepsi kami ya," paparnya.
Bagaimanapun, Karna tetap mengakui kesalahannya dan meminta maaf telah membuat kegaduhan di tengah masyarakat lewat candaannya itu. Nama kampus UGM sampai terseret karena ulahnya.
(kum/isn)