Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks yang menimbulkan keonaran hingga penodaan agama, Ferdinand Hutahaean, akan menghadapi sidang pembacaan putusan pada hari ini, Selasa (19/4).
"Selasa, 19 April 2022 agenda putusan," demikian dikutip dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/4).
Dalam kasus ini, jaksa menuntut majelis hakim agar menghukum Ferdinand dengan pidana tujuh bulan penjara. Jaksa menilai mantan kader Partai Demokrat tersebut telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang tertuang dalam surat dakwaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dalam pleidoi atau nota pembelaannya, Ferdinand memohon agar majelis hakim membebaskannya. Jika kiranya tidak dibebaskan, ia meminta hukuman ringan.
Tujuannya, agar ia bisa segera kembali ke kehidupannya, menafkahi keluarga, dan mengobati penyakit syaraf yang selama ini membuatnya kerap pingsan.
Ferdinand didakwa melakukan tindak pidana berita bohong hingga penodaan agama. Tindak pidana itu terkait dengan cuitan Ferdinand di akun twitter @FerdinandHaean3 pada 4 Januari 2022 yang berbunyi: "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu di bela."
Jaksa berujar tindak pidana tersebut bermula saat Ferdinand mengomentari proses hukum yang sedang dijalani oleh pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Bahar Bin Smith, di Polda Jawa Barat. Ketika itu, Ferdinand mencuit agar Polda Jawa Barat menetapkan Bahar sebagai tersangka dan melakukan penahanan.
Jaksa menyebut puncak kebencian Ferdinand terhadap Bahar dan kelompoknya ditandai dengan cuitan yang membandingkan 'Allah'.
"Pernyataan kata-kata terdakwa tersebut jelas tidak hanya ditujukan kepada Bahar Bin Smith dan kelompoknya, tetapi yang tersakiti pada kata-kata terdakwa tersebut adalah penganut agama Islam yang ada di seluruh Indonesia dan tidak tertutup kemungkinan juga umat Islam yang ada di dunia ini tersinggung dan marah," ungkap jaksa.
Ferdinand didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Pasal 156 atau Pasal 156a huruf a KUHP.
(ryn/wis)