"Jam tangannya, Neng," ujar laki-laki berusia 30 tahun dengan kaos loreng di Terminal Kalideres, Jakarta Barat. Ia membawa delapan jam di tangan kanannya dan beragam asesoris lain di tangan kiri.
Kulitnya gelap pertanda setiap hari bekerja dibakar matahari. Kamal, begitu ia biasa di panggil oleh kawannya, sudah berjualan di Kalideres dari 2015 lalu.
Sejak itu, baru kali ini ia tak bisa mudik Lebaran 2022 ke kampung halamannya di Batam selama empat tahun berturut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, istri dan anaknya yang baru lahir dan tinggal di Bogor pun tak pernah diajaknya ke Batam untuk bertemu ayah-ibunya.
Dua tahun terakhir pandemi meluluhlantakkan perekonomian keluarga Kamal. Bulan Ramadan hingga menjelang Lebaran tahun ini tak bisa membantu sama sekali.
"Ini belum banyak juga penumpangnya, padahal ini sudah tanggal 21 kan. Biasanya 15 hari [sebelum] Lebaran sudah ramai, tahun-tahun dulu. Sekarang belum kelihatan," ujar Kamal sembari menyeruput kopinya, Kamis (21/4).
Kamal mengaku pendapatannya turun drastis. Biasanya jelang Lebaran, ia akan meraup keuntungan hingga puluhan juta. Keuntungan itu akan dibawa ke kampung bersama keluarganya.
"Tahun-tahun kemarin omzet [bisa] sampai sejuta sehari, sebelum Corona, dua minggu sebelum lebaran sama dua minggu setelah lebaran itu enggak kurang dari 25 juta (rupiah) penghasilan dari dagang," papar Kamal.
"Kalau sekarang cari Rp200 [ribu] aja susah, sampe sakit pinggang," sahut kawan Kamal sesama pedagang asongan.
Hal itu tidak hanya terjadi pada Kamal. Menurutnya, nyaris semua pedagang di Kalideres bernasib baik menjelang Lebaran sebelum pandemi menyerang.
"Bahkan motor dua bisa kebeli," celetuknya.
Awal pandemi tahun 2020, Terminal Kalideres sempat ditutup total. Hal itu menyebabkan ia kehilangan lahan berjualan. Kamal mengaku sempat nunggak membayar sewa kontrakan selama 11 bulan.
"Itu mah parah sampe enggak kebayar 11 bulan kontrakan, asli. [Setiap hari] keluyuran aja cari makan doang, yang penting dapat. Apa aja [dilakuin], jualin kardus kek, jual apa, parah setahun pertama Corona itu," ujar Kamal.
Kamal tak muluk-muluk berharap agar bisa mudik ke kampung halaman. Ia hanya berharap sehari-hari bisa memenuhi kebutuhan perut anak-istrinya dan sedikit menyisihkan untuk keluarga di kampung.
"Saya ke sini (Jakarta) dari enggak punya apa-apa, sampe punya motor, terus beli motor bagusan lagi, sampe semuanya digadai terus dijual. Eh jadi enggak punya apa-apa lagi," ujarnya.
Hal serupa menimpa nyaris semua orang yang menggantungkan hidupnya dari lalu lalang bus di Terminal Kalideres. Tak hanya Kamal dan para pedagang asongan, tetapi juga agen bus yang mencari penumpang, sopir bus, hingga kondektur.
Setiap hari menjelang Lebaran, mereka menggantung harapan besar akan lonjakan penumpang dan ramainya arus mudik. Meski kali ini tak bisa ikut pulang kampung, Kamal hanya berharap bisa membelikan anaknya baju lebaran.
"Akhir-akhir ini dibebasin kan terminal ini, siapa tahu penumpangnya banyak, bisa lah buat nutupin beli baju lebaran," kata Kamal sambil beranjak membawa dagangannya.