Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwokartiko buka suara setelah dinilai rasis karena menyinggung 'manusia gurun' di status media sosial saat bercerita pengalamannya menjadi pewawancara mahasiswi calon penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Budi menegaskan tidak berniat merendahkan wanita yang berhijab. Menurutnya, tulisannya itu juga sebatas opini pribadi dan tak mewakilkan dirinya sebagai rektor.
"Itu adalah opini pribadi saya ya, tidak sebagai rektor. Maksud saya tidak ingin merendahkan orang yang pakai jilbab atau diskriminasi tidak ada maksud itu, saya hanya bercerita saja kebetulan kok ke-12-nya (mahasiswi) itu enggak pakai kerudung," kata Budi dilansir dari detikcom, Minggu (1/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi menjelaskan awal mula status di Facebook yang membuat heboh. Saat ia melakukan wawancara calon peserta student mobility. Menurut Budi, respons atas statusnya tersebut merupakan kesalahpahaman.
"Mereka itu sangat salah paham. Saya menggunakan (kalimat) yang jadi masalah kan, mereka tidak ada yang pakai kerudung ala manusia gurun kan ya? Jadi maksud saya tidak seperti orang-orang yang pakai tutup-tutup, kaya orang Timur Tengah yang banyak, pasir, angin, panas gitu ya," ujarnya.
Selain itu, kata Budi, statusnya yang menjadi heboh adalah konsekuensi bahasa yang dirinya tuliskan. Menurut Budi, tulisannya dijadikan alat beberapa oknum menuduh dirinya menjatuhkan wanita yang mengenakan kerudung.
"Itu konsekuensi dari bahasa tulis ya. Mungkin persepsinya akan berbeda-beda ya. Tapi banyak yang memotong, maksudnya men-screenshot kemudian di kasih pengantar seakan-akan saya tidak adil, diskriminatif. Itu yang menurut saya, saya sayangkan. Dan orang tidak membaca tulisan aslinya," katanya.
Sebelumnya, publik dihebohkan dengan pernyataan Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko di media sosialnya. Budi menyampaikan pesan rasialisme saat bercerita tentang seleksi LPDP.
Budi menyebut ia bertemu dengan generasi muda berpikiran terbuka. Ia pun menyinggung busana para peserta seleksi.
"Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita tanpa karya teknologi," kata Budi dalam akun Facebooknya.
LPDP pun telah merespons polemik pernyataan Budi tentang hijab manusia gurun. LPDP menegaskan penolakan terhadap aksi diskriminasi.
Lembaga itu mengatakan menghargai perbedaan dan keragaman adalah budaya masyarakat Indonesia dan dunia.
"Secara tegas LPDP menolak sikap diskriminasi termasuk sentimen berdasarkan SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan)," kata LPDP melalui akun Twitter @LPDP_RI, Minggu (1/5).
Baca berita selengkapnya di sini.
(tim/fra)