Ahli Hukum Pidana Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar mengkritik Jaksa Agung ST Burhanuddin melarang terdakwa yang mendadak mengenakan atribut keagamaan saat persidangan.
Fickar menilai Burhanuddin kurang kerjaan dan mencoba melangkahi kewenangan hakim dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kurang kerjaan itu, kalau sudah di pengadilan sepenuhnya kewenangan hakim. Kalau hakim menganggap tidak sopan, diperintahkan untuk ganti kostum dan sidang bisa diundur," kata Fickar saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (17/5).
Menurutnya, persidangan dapat digelar sepanjang terdakwa mengenakan pakaian yang sopan di hadapan majelis hakim.
Ia tak mengetahui pasti alasan Burhanuddin membuat aturan sehingga terdakwa tidak bisa tampil mengenakan atribut-atribut keagamaan miliknya di persidangan.
"Itu mengada-ada, pakaian terdakwa itu yang penting sopan. Itu mengambil kewenangan hakim," ujarnya.
Fickar menjelaskan tidak ada aturan tertentu yang dapat menjadi landasan ataupun dasar bagi jaksa mengatur pakaian terdakwa selama persidangan.
Merujuk pada Pasal 230 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan bahwa dalam ruang persidangan hakim, penuntut umum, panasihat hukum, dan panitera mengenakan pakaian sidang dan atributnya masing-masing.
Kemudian, dalam Pasal 231 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa jenis, bentuk, dan warna pakaian sidang serta atribut dan hal yang berhubungan dengan kelengkapan lainnya diatur dengan peraturan pemerintah.
Sebelumnya, Burhanuddin tak ingin terdakwa mengenakan atribut keagamaan yang sebelumnya tak pernah dikenakan di dalam sidang. Ia pun melarang jaksa menghadirkan terdakwa tersebut ke persidangan.
Hal ini dilakukan agar tidak ada pemikiran di masyarakat bahwa atribut keagamaan digunakan oleh pelaku kejahatan di saat-saat tertentu saja.
"Himbauan itu sudah disampaikan juga dalam acara halal bihalal kemarin, Senin minggu lalu. Untuk mempertegas nanti akan dibuatkan surat edaran ke Kejaksaan seluruh Indonesia," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana saat dikonfirmasi, Senin (16/5) malam.
Ketut mengatakan tindakan para terdakwa memakai atribut keagamaan ketika mengikuti proses hukum tak bisa dibenarkan. Ia mengaku akan menetapkan ketentuan berpakaian para terdakwa.
"Seolah-olah alim pada saat disidangkan, kami nanti samakan semua. Yang penting berpakaian sopan di depan persidangan," ujarnya.
Salah satu contoh terdakwa yang mendadak alim dengan mengenakan hijab saat sidang adalah mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Ia terjerat kasus suap Djoko Tjandra.
Selama sidang Pinangki memakai hijab dan gamis, padahal saat penyidikan dan pemeriksaan ia tak mengenakan pakaian seperti itu.
Kemudian saat dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Pinangki pun sudah tak memakai hijab lagi. Rambutnya terlihat jelas dalam foto yang dibagikan jaksa beberapa waktu lalu.
(mjo/fra)