Kelompok Islam tradisionalis, terutama di Jawa Timur disebut dalam posisi dilematis saat ini imbas panas dingin hubungan antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Hubungan keduanya dalam beberapa waktu terakhir diketahui kembali memanas. Teranyar, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengumpulkan ribuan ulama dan habib di Jatim dalam agenda silaturahmi dan doa bersama.
Pertemuan itu digelar hanya beberapa hari usai Ketua Tanfidziah PBNU, Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya berkeliling ke sejumlah ulama di Jatim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menyebut kelompok ulama dan santri kini berada pada pilihan sulit. Di satu sisi, katanya, mereka setuju bahwa NU harus netral dari politik praktis.
Namun begitu, mereka juga masih membutuhkan PKB sebagai saluran aspirasi kelompok Muslim tradisional, terlebih dalam upaya menjaga keseimbangan dengan kelompok Islam lain.
"PKB masih dibutuhkan sebagai saluran aspirasi Muslim tradisionalis terlebih dalam upaya menjaga keseimbangan politik dengan kelompok Islam lainnya," kata Wasis kepada CNNIndonesia.com, Minggu (22/5).
Selain dua faktor tersebut, di sisi lain Wasis menilai kondisi panas dingin hubungan NU-PKB juga membuat posisi kelompok Islam tradisional melemah.
Dia khawatir kondisi tersebut menempatkan gagasan Islam Nusantara atau moderasi beragama yang dibawa NU dan PKB justru dimanfaatkan kelompok Islam lain, terutama kelompok Islam transnasional. Wasis tak menampik kondisi tersebut berpengaruh dan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.
"Kondisi ini tentu menempatkan posisi Islam Nusantara maupun kampanye moderasi beragama bisa mengendur semangatnya bila friksi dalam dua organisasi tersebut kian melebar," katanya.
Padahal, menurut dia, hubungan panas dingin antara PBNU dan PKB akhir-akhir ini sebetulnya bisa dilihat friksi sesama darah biru yang hanya bisa terjadi di kalangan elite. Sementara posisi santri relatif akan mengikuti para kyai.
Namun, situasi itu akan tetap berpengaruh pada warga Nahdliyyin, terlebih PKB merupakan partai yang lahir dari NU dan memiliki hubungan yang kuat secara emosional.
Oleh karena itu, menurut Wasis, keputusan untuk rekonsiliasi atau islah mestinya menjadi jalan terbaik bagi PBNU dan PKB. Keputusan itu menjadi paling masuk akal jelang memasuki tahun politik Pemilu 2024.
"Saya pikir Islah menjadi solusi untuk relasi kedua organisasi ini. Terlebih lagi menjelang tahun politik saat ini, tentu akan membuat basis politik santri bisa direbut kelompok Islam politik lainnya," katanya.
(isn/thr/isn)