Petani masyarakat adat Danau Poso menggelar aksi mogok makan dan cor kaki menggunakan semen di depan kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Selasa (24/5).
Mereka menuntut agar Gubernur Sulteng, Rusdi Mastura turun tangan dalam permasalahan para petani di Danau Poso dengan PT Poso Energy. Pasalnya, sawah milik mereka terendam sejak April 2020 akibat uji coba pintu air bendungan PLTA Poso 1 milik PT Poso Energy.
"Gubernur Sulteng yang menjalankan fungsinya sebagai kepala daerah dan memenuhi janjinya sebagai gubernur untuk mewakili suara masyarakat menuntut PT Poso Energy (dalam hal ini Ahmad Kalla) memenuhi tuntutan masyarakat," kata Jefri Saka, petani Desa Peura dalam keterangan tertulis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan aksi mogok makan adalah simbol ketidaktersediaan beras yang selama ini disediakan oleh para petani karena sawah terendam. Sementara nasi adalah pangan yang disediakan petani.
"Selain itu, mogok makan adalah simbol kelaparan yang disebabkan oleh Poso Energy pada para petani yang sudah tidak bisa mengolah sawahnya," kata dia.
Rendam kaki, kata Jefri adalah simbol sawah dan kebun yang sudah tidak lagi bisa diolah karena terendam bendungan PLTA Poso 1.
"Cor kaki adalah simbol aktivitas petani yang terkungkung atau tidak lagi bisa melakukan aktivitas bertani karena sawah / kebun terendam," ucap dia.
Jefri menuturkan berbagai cara sudah ditempuh petani untuk mendapatkan keadilan sejak tahun 2020. Mulai dari hearing DPRD Poso, pertemuan dengan bupati Poso, dan surat terbuka kepada presiden.
Selain itu ada pula serangkaian aksi budaya yang melibatkan para petani sekeliling danau Poso, serangkaian mediasi antara Petani dan Poso Energy yang difasilitasi oleh Pemprov hingga akhirnya pertemuan perwakilan petani dengan Gubernur Sulteng.
Dalam pertemuan perwakilan petani dengan Gubernur Sulteng pada tanggal 28 Maret 2022, Gubernur Sulawesi Tengah menjanjikan akan melakukan pertemuan dengan pimpinan PT. Poso Energy, Ahmad Kalla untuk menyelesaikan tuntutan petani.
"Namun, hingga saat ini tersebut tidak terlaksana dan tidak menjadi prioritas. Sementara itu Poso Energy bersikap tidak peduli dengan tidak merespon tuntutan petani," ujarnya.
Oleh sebab itu, kata Jefri para petani melakukan aksi untuk mendapatkan keadilan. Ia berharap dengan begitu, Gubernur Sulteng dapat tergerak.
"Jalan untuk mendapatkan keadilan terpaksa ditempuh petani, dengan melakukan aksi mogok makan, cor kaki, dan rendam kaki," ucap dia.
CNNIndonesia.com telah menguhubungi pihak perusahaan untuk dimintai tanggapan terkait itu. Namun, yang bersangkutan belum juga merespons sampai berita ini diturunkan.
Diketahui, dalam catatan Dinas Pertanian Kabupaten Poso, terdapat 266 Ha sawah yang terendam. Atas kondisi terendamnya sawah, Poso Energy memberikan ganti rugi 10 kg beras per are.
Belakangan pada tahun 2022 menjadi 15 kg beras per are. Nilai ganti rugi ini tidak disetujui oleh sebagian petani karena tidak dianggap adil. Hasil telaah para petani hitungan hasil panen petani adalah 40 kg per are atau Rp332.000 per are.
Catatan Redaksi: Terdapat perubahan judul pada artikel ini.
(yla/dal)