Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen membuat politik menjadi transaksional.
Hal itu disampaikan Zulhas usai mengikuti program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zulhas menyebut sistem demokrasi akan berjalan jika memiliki nilai lewat undang-undang yang bagus. Namun, nilai tersebut tak ada lantaran ambang batas pencalonan presiden masih 20 persen.
"Oleh karenanya UU yang mengatur Pilkada 20 persen, semua 20 persen itu menjadikan kita transaksional, itu enggak bagus," kata Zulhas.
Wakil ketua MPR itu pun berharap KPK turut mendorong agar ambang batas pencalonan persen 20 persen ditiadakan.
"Tadi saya sampaikan, 'Pak ketua [Firli Bahuri], tolong KPK juga mendorong karena ini tanggung jawab kita bersama agar syarat-syarat itu ditiadakan, karena kita ini demokrasi'," ujarnya.
Kegiatan yang diikuti oleh Zulhas dkk hari ini merupakan kelanjutan dari agenda Executive Briefing atau pengarahan eksekutif kepada 20 pimpinan dan pengurus partai politik yang digelar beberapa waktu lalu.
Ketua KPK Firli Bahuri dan Plt. Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menjadi pemateri seputar pembekalan antikorupsi dalam kegiatan tersebut.
Zulhas pun menandatangani komitmen untuk menginternalisasi dan membangun integritas internal parpol.
Komitmen tersebut antara lain menolak politik uang, benturan kepentingan, suap, pemerasan, gratifikasi dan tindak pidana korupsi lainnya.
Kemudian kesediaan sebagai role model dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kesediaan untuk meningkatkan pengetahuan antikorupsi, pengembangan PCB melalui pembelajaran antikorupsi, dan terlibat secara aktif dalam gerakan antikorupsi di lingkungan parpol.
Sebelumnya, Firli sempat menyatakan sepakat PT diturunkan dari 20 persen menjadi 0 persen agar menekan perilaku korupsi.
Menurutnya, angka ambang batas 20 persen saat ini telah membuat biaya politik menjadi mahal dan cenderung transaksional.
"Kalau PT 0 persen artinya tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi," kata Firli saat bertemu pimpinan DPD Desember 2021.
(ryn/fra)