Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi alias Pepen didakwa menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dengan nilai total mencapai Rp1,8 miliar.
Uang gratifikasi tersebut disalurkan melalui rekening masjid yang dikelola oleh Pepen. Salah satu pemberi adalah PT Summarecon Agung Tbk.
"Menerima gratifikasi yaitu menerima uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 1.852.595.000," dikutip dari dakwaan yang dibacakan JPU di Pengadilan Tipikor, Bandung, Selasa (31/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa menjelaskan bahwa gratifikasi tersebut diterima oleh Pepen melalui rekening atas nama Masjid Ar-Ryasakha. Masjid tersebut dikelola oleh Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya yang didirikan oleh Pepen dan keluarga.
Menurut dakwaan, total ada lima belas pihak yang memberikan gratifikasi. Pemberi dengan nominal terbanyak adalah PT Summarecon Agung sebesar Rp1 miliar.
Uang tersebut diberikan kepada Pepen melalui rekening Masjid Ar-Ryasakha dalam dua tahap, yakni sebesar Rp500 juta pada 29 November 2021 dan Rp500 juta berikutnya pada 7 Desember 2021.
"Pada tanggal 29 November 2021 Terdakwa menerima uang sejumlah Rp 500.000.000 dari PT Summarecon Agung Tbk secara transfer dari rekening BCA 065-34555965 atas nama PT Summarecon Agung Tbk ke rekening PT Bank BJB No. 0118932161100 atas nama Masjid AR-Ryasakha," ujar jaksa.
Belum ada tanggapan atau keterangan resmi dari pihak Summarecon tentang dakwaan terhadap Pepen.
Selain Summarecon, Jaksa menyebut Pepen juga menerima uang gratifikasi sebanyak dua kali dari PT Wika Tirta Jatiluhur/Widyatama. Masing-masing pemberian gratifikasi dilakukan pada hari yang sama pada 30 November 2021, sebesar Rp34 juta dan Rp93 juta.
Jaksa mencatat, setidaknya total ada 17 kali pemberian uang gratifikasi yang diterima oleh Pepen dengan nominal Rp10 juta hingga Rp500 juta. Adapun total uang yang diterima itu mencapai Rp1.852.595.000.
Kendati demikian, Jaksa mengatakan Pepen tidak pernah melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana UU yang berlaku.
Oleh karena itu, Jaksa menilai perbuatan Pepen telah melanggar Pasal 12 C ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Sehingga dengan demikian, haruslah dianggap siap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas terdakwa selaku Wali Kota Bekasi," kata JPU.
Atas perbuatannya itu, Jaksa kemudian mendakwa Rahmat Effendi dengan Pasal 12 B UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Rahmat Effendi sebelumnya ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan serta pengadaan barang dan jasa. Dari OTT kasus dugaan korupsi ini, KPK mengamankan uang total Rp 5,7 miliar.
Rahmat Effendi sebelumnya ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan serta pengadaan barang dan jasa. Dari OTT kasus dugaan korupsi ini, KPK mengamankan uang total Rp 5,7 miliar.
Adapun total ada sembilan tersangka dalam kasus ini. Sebagai pemberi suap yaitu Ali Amril (AA) sebagai Direktur PT ME (MAM Energindo); Lai Bui Min alias Anen (LBM) sebagai swasta; Suryadi (SY) sebagai Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa); dan Makhfud Saifudin (MS) sebagai Camat Rawalumbu.
Kemudian sebagai penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE) sebagai Wali Kota Bekasi; M Bunyamin (MB) sebagai Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi; Mulyadi alias Bayong (MY) sebagai Lurah Jatisari; Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna; dan Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi.
Rahmat Effendi juga ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
(tfq/bmw)