Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi soal Reforma Agraria

CNN Indonesia
Kamis, 09 Jun 2022 00:45 WIB
Ombudsman RI menemukan sejumlah potensi malaadministrasi dalam penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah oleh pemerintah dan lembaga terkait.
Lobi kantor Ombudsman RI di Kuningan, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ombudsman RI menemukan sejumlah potensi malaadministrasi dalam penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah oleh pemerintah dan lembaga terkait.

Potensi malaadministrasi tersebut terkait penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, dan penyalahgunaan wewenang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota Ombudsman Dadan S Suharmawijaya menyebut hal itu ditemukan Ombudsman usai menyelesaikan kajian sistemik tinjauan terhadap implementasi reforma agraria.

"Karenanya perlu perbaikan kebijakan penyelesaian konflik agraria," ujar Dadan di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa (7/6).

Lebih lanjut, Dadan memaparkan tujuh temuan tersebut. Pertama, regulasi atau kebijakan penyelesaian konflik agraria tidak komprehensif.

Ia menyebut dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria mengamanatkan penanganan sengketa dan konflik agraria diatur dengan Peraturan Menteri.

Namun, lanjutnya Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan tidak secara spesifik diterbitkan dalam kerangka Reforma Agraria.

Kedua, Ombudsman menemukan belum adanya skema layanan administrasi dalam penentuan subjek dan objek pada Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

"Tidak ditemukan regulasi mengenai kriteria pihak-pihak yang dapat mengusulkan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA), termasuk syarat kondisi objek TORA," ujarnya.

Ketiga, belum optimalnya penyelesaian konflik agraria terkait aset negara, aset BUMN/ kekayaan negara yang dipisahkan dan Kawasan Hutan.

Keempat, lanjut dia, terbatasnya kewenangan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dalam Penyelesaian Konflik Agraria.

"Kelima, belum adanya resolusi konflik dalam bingkai Reforma Agraria," ucap Dadan.

Keenam, lemahnya koordinasi antar instansi. Terakhir, penyelesaian konflik belum menjadi indikator keberhasilan Reforma Agraria.

Oleh karena itu pihaknya menyarankan adanya perbaikan kepada institusi terkait dalam hal ini Kementerian ATR/BPN, Kantor Staf Presiden, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan.

Ombudsman RI meminta lima institusi itu merevisi Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria agar memperkuat substansi penyelesaian konflik agraria.

Selain itu, ia juga ingin adanya penguatan kewenangan GTRA di pusat dan daerah dalam rangka penyelesaian konflik agraria.

"Ombudsman menyampaikan saran agar instansi terkait merumuskan skema layanan administrasi dan tata kelola penentuan subjek dan objek TORA," ujar Dadan.

"Untuk akurasi data subjek dan objek, perlindungan bagi calon penerima serta terwujudnya transparansi proses penentuan subjek dan objek TORA," imbuhnya.

Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Usep Setiawan mengatakan saat ini pemerintah sedang menyusun revisi Perpres Nomor 86 Tahun 2018 di bawah koordinasi Kemenko Bidang Perekonomian sebagai upaya mengurangi permasalahan agraria.

"Saat ini tinggal finalisasi di tim teknis, yang nantinya akan disampaikan ke para menteri kemudian ujungnya kepada Bapak Presiden. Saran dari Ombudsman sudah masuk dalam revisi ini, semoga tahun ini revisi Perpres Nomor 86 bisa selesai," ujar Usep.

(yla/kid)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER