Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong agar Polri menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) kepada AKBP Raden Brotoseno yang berstatus sebagai mantan narapidana kasus korupsi usai revisi peraturan Kapolri (Perkap) terkait sidang kode etik rampung dilakukan.
Pengawas eksternal Korps Bhayangkara ini menilai bahwa sanksi tegas perlu diberikan lantaran Brotoseno sudah dinyatakan terbukti melakukan korupsi.
"Karena yang dinyatakan terbukti bersalah dan kasus pidananya sudah inkracht, narapidana, dihukum penjara, kasusnya korupsi, serta dianggap mencederai rasa keadilan masyarakat jika yang bersangkutan (Brotoseno) tetap dipertahankan, maka kami berharap yang bersangkutan (Brotoseno) di-PTDH," kata Poengky Indarti saat dihubungi, Senin (13/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan bahwa pihak Kompolnas sudah berkoordinasi dengan Polri terkait dengan AKBP Brotoseno pada 3 Juni lalu. Rapat itu, kata dia, dipimpin oleh Mahfud MD selaku Ketua Kompolnas.
Menurut dia kasus Brotoseno telah menjadi sorotan dan dikritik oleh berbagai pihak dalam beberapa waktu terakhir. Oleh sebab itu, kata dia, Kompolnas mendorong agar dilakukan evaluasi dan revisi peraturan terkait proses penegakan etik.
"Revisi ini akan menjadi koreksi bagi internal Polri, sekaligus upaya memberikan rasa keadilan bagi masyarakat agar kasus korupsi tidak terjadi lagi," jelasnya.
Selain itu, Poengky mengatakan bahwa perlu dilakukan pengawasan melekat dari atasan langsung kepada bawahannya. Hal itu dilakukan agar pemberian bimbingan dan pengawasan terkait tugas-tugasnya dapat dilakukan semaksimal mungkin.
Menurut Kompolnas, atasan harus sigap dalam memberikan koreksi dan menjatuhkan hukuman apabila ada personelnya yang melanggar.
"Dengan adanya revisi yang memungkinkan peninjauan kembali, maka putusan-putusan yang inkrah diharapkan dapat ditinjau kembali," tandasnya.
Dalam putusan sidang kode etik yang digelar Polri diketahui Brotoseno tak dipecat meski menyandang status sebagai terpidana suap.
Oleh sebab itu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan akan merevisi dua Perkap agar bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan kode etik tersebut. Ia menyebut upaya itu dilakukan mengikuti sejumlah pendapat dan aspirasi dari masyarakat terkait permasalahan tersebut.
Raden Brotoseno divonis lima tahun penjara atas kasus suap terkait penanganan perkara cetak sawah di Kalimantan periode 2012-2014.
Pada 2017, ia divonis dengan pidana lima tahun penjara dan telah bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020. Polemik muncul karena Brotoseno tidak dipecat dari institusi Polri meski menjadi terpidana kasus korupsi.