Khilafatul Muslimin tercatat secara resmi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sebagai yayasan pendidikan sejak 2011.
Berdasarkan arsip Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkumham, Yayasan Pendidikan Khilafatul Muslimin mendapat Surat Keputusan (SK) dengan nomor AHU-3101.AH.01.04 tanggal 31 Mei 2011. Notaris atas nama Rosita Siagian, SH.
Yayasan Pendidikan Khilafatul Muslimin berkedudukan di Jalan Kompleks Patal Nomor 44, RT 08 RW 03, Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat enam orang yang disebut sebagai pendiri Yayasan Pendidikan Khilafatul Muslimin yaitu Muhammad Hidayat, Abdul Qadir Hasan Baraja, Suryadi Wironegoro, Nurdin, Muhammad Hasan Al Banna, dan Hadwiyanto Moerniandono.
Abdul Qadir Hasan Baraja sekaligus ketua pembina dan Suryadi Wironegoro sebagai ketua pengurus.
"Maksud dan tujuan Yayasan Pendidikan Khilafatul Muslimin: sosial, kemanusiaan, keagamaan," sebagaimana dikutip dari arsip Ditjen AHU Kemenkumham.
Amir Wilayah Khilafatul Muslimin Bekasi Raya Abu Salma membenarkan bahwa Khilafatul Muslimin mendaftar ke Kemenkumham sebagai yayasan pendidikan.
"Iya itu benar karena terkait untuk pendidikan," ucap Abu Salma kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Kamis (9/6).
Polda Metro Jaya sebelumnya menyebut Khilafatul Muslimin sebagai organisasi besar karena memiliki kantor di 23 wilayah yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, hingga wilayah timur Indonesia.
Polisi menyatakan kegiatan Khilafatul Muslimin murni melawan hukum karena bertentangan dengan Pancasila. Itu disampaikan polisi usai menangkap pimpinan tertinggi Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Hasan Baraja di Bandar Lampung.
"Jadi, kami Polda Metro Jaya tidak hanya menyidik konvoi semata, tetapi tindakan-tindakan Khilafatul Muslimin yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Langkah-langkah populis yang bertentangan dengan Pancasila tidak bisa dibiarkan merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E. Zulpan.
Penilaian polisi itu telah dibantah oleh Abu Salma.
"Itulah yang hari ini berkembang, salah diterima masyarakat, katanya kita mau ganti Pancasila, enggak ada. Kami tak tolak Pancasila dan demokrasi. Demokrasi punya negara. Kami justru NKRI dan ini tempat lahir kita. Kita tak ada permasalahan soal itu," terang Abu Salma.
(pmg/pmg)