Konflik Lahan Muncul Imbas KLHK Ambil 1,1 Juta Hektare Hutan di Jawa
Konflik lahan di sejumlah daerah mulai bermunculan setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengambil alih kelola hutan seluas 1,1 juta hektare hutan di Jawa dari Perum Perhutani.
Pengambilalihan itu tertuang dalam SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). SK itu diteken oleh Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar pada 5 April 2022 lalu.
Di Blora, misalnya sudah banyak pihak yang mematok dan mengklaim tanah mengatasnamakan SK tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Blora Puji Ariyanto.
"Di lapangan ini sudah ada kegiatan oknum yang mulai membuat batasan batasan atau penyerobotan kawasan hutan untuk diakui menjadi lahan lahan milik oknum tersebut," kata Puji secara daring dikutip pada Kamis (9/6).
Terkait itu, pihaknya bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) mengaku telah melakukan audiensi dengan DPRD Blora. Mereka menyampaikan keresahan akan terjadinya konflik horizontal yang berkepanjangan.
Pasalnya, warga mengaku siap baku hantam jika pengelolaan hutan itu tak diberikan kepada orang di luar Blora.
"Kalau izin itu nanti diberikan kepada orang orang yang tidak berdomisili di blora atau bukan warga ablora mereka sudah siap bacok bacokan," ujar dia.
"Nah ini kan udah enggak kondusif. padahal salah satu misi pak bupati ini menjaga kondusifitas wilayah," imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga khawatir tata lingkungan hidup yang berkelanjutan di Blora akan rusak. Sebab, adanya perubahan fungsi hutan.
"Kalau nanti SK ini diterapkan kemudian terjadi perubahan penggunaan kawasan hutan menjadi non hutan ini juga kan berpengaruh juga terhadap tata lingkungan yang diharapkan," ucapnya.
Menurut Puji imbas pengambilalihan kelola hutan itu merupakan masalah besar. Pasalnya, 46,23 persen atau 90.426 hektare lahan di Blora adalah kawasan hutan. Apalagi, di kawasan hutan itu terdapat pemukiman warga.
"Apalagi yang berkaitan dengan masyarakat pasti bakal berdampak besar bagi Kabupaten Blora. Ada 138 desa yanag masuk dalam kawasan ataupun di sekitar hutan," ujar dia.
Tak hanya di Blora
Perwakilan Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P) Dito meyakini konflik lahan itu tak hanya di Blora. Ia mengklaim karyawan Perhutani di sejumlah daerah banyak melaporkan pihak pihak yang melakukan klaim lahan sepihak.
"KHDPK telah memicu banyak konflik horizontal di lapangan," ujar dia.
Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ) Eka Santosa menyebut di Karawang, sekelompok masyarakat mulai memasang spanduk di pinggir hutan.
"Tanah garapan petani ini menjadi lokasi prioritas reforma agraria. Warning!!! Perhutani Dilarang Masuk." Demikian pesan yang tertera pada dua spanduk di lahan yang tadinya dikelola Perhutani.
Selain itu, imbas SK itu juga Eka meyakini akan adanya deforestasi, sebab Eka telah menemukan beberapa perhutanan sosial hasil kebijakan sebelumnya yang hutannya habis. Eka pun mengirimkan sejumlah bukti-bukti kepada CNNIndonesia.com.
Ia mengirimkan foto kwitansi jual-beli lahan yang diduga perhutanan sosial, senilai Rp 60 juta dan Rp 165 juta di Karawang, Jawa Barat. Selain itu, Eka juga memperlihatkan foto area diduga perhutanan sosial yang telah berganti menjadi tempat penampungan limbah B3 di Karawang.
Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan bahwa tidak semua area hutan 1,1 juta ha itu akan dijadikan perhutanan sosial. Sebab, lahan tersebut diambil alih juga untuk mempercepat rehabilitasi hutan serta mengatasi konflik tenurial.
Siti menyebut pihaknya sedang mempersiapkan keputusan menteri baru yang berisi ketentuan lebih rinci terkait pengelolaan 1,1 juta ha KHDPK di Pulau Jawa itu.
"Dengan begitu, KHDPK tidak diinterpretasikan secara sempit bahwa seluruh area ditujukan untuk perhutanan sosial," ujarnya dalam rapat bersama Komisi IV Rabu (9/6).