KM ITB Kritik RKUHP Cacat Formil, BEM Se-Unpad Demo di Bandung Besok

CNN Indonesia
Rabu, 29 Jun 2022 09:56 WIB
Massa mahasiswa melakukan demo mengkritisi pembahasan RKUHP di depan Gedung DPR, Jakarta, 28 Juni 2022. (CNN Indonesia /Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) menyatakan menolak kesewenang-wenangan pemerintah dalam membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Sementara itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Universitas Padjadjaran (Unpad) bersama elemen masyarakat sipil lainnya akan menggelar aksi di Gedung DPRD Jawa Barat pada Kamis (30/6) besok.

Ketua KM ITB Rommi Adany Putra Afauly menyatakan pihaknya menuntut pemerintah dan DPR membuka draf dan melibatkan publik dalam pembahasan RKUHP.

"Kami, Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung mengutuk segala bentuk kesewenang-wenangan lembaga pemerintah dalam upaya mengatur tatanan kehidupan masyarakat," kata Rommi dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (29/6).

Rommi mengungkapkan selain pasal-pasal kontroversial yang selama ini dipermasalahkan, pihaknya juga menemukan dugaan pelanggaran pasal mengenai prosedur pengesahan undang-undang.

"Salah satunya adalah keinginan untuk langsung mengesahkan RUU yang bersifat operan (carry over)," kata Rommi.

Rommi mengatakan aturan mengenai aturan terkait RUU operan tersebut sudah ditegaskan di dalam di Pasal 71A UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). Teknis lebih lanjut kemudian diatur dalam Peraturan DPR 2/2020 Pasal 110 ayat (3).

Dalam aturan tersebut ditegaskan RUU yang bersifat operan lanjut dibahas di pembicaraan tingkat 1 dengan berbekal Surat Presiden dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Menurut KM ITB, dugaan pelanggaran terjadi ketika perubahan DIM sudah diajukan pemerintah ke DPR dan disetujui anggota dewan. Karena itu, kata Rommi, pembicaraan tingkat 1 semakin wajib dilakukan sesuai prosedur legislasi.

"Karena adanya perubahan pada DIM, RKUHP tidak bisa langsung memasuki tahap Pembicaraan Tingkat 2," ujar Rommi.

Selain prosedur pengesahan, KM ITB juga menemukan dugaan pelanggaran asas keterbukaan dan jaminan partisipasi masyarakat. Menurut mereka, hal ini dibuktikan dengan draf RKUHP yang hingga saat ini sulit diakses publik.

Sementara itu, kata Rommi, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyebut pembentukan undang-undang yang tidak memenuhi aspek partisipasi memiliki cacat formil.

"Dengan tidak dihiraukannya partisipasi publik dalam perancangan RKUHP, dapat dikatakan RKUHP akan cacat formil berdasarkan Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020," ujar Rommi.

Aksi Lanjutan Kritik RKUHP di Bandung

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran (Unpad) bersama elemen masyarakat sipil lainnya akan menggelar aksi di Gedung DPRD Jawa Barat pada Kamis (30/6). Aksi ini merupakan upaya mendesak pemerintah untuk segera membuka draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Mengajak seluruh masyarakat terutama warga Jawa Barat untuk menumpahkan aspirasi dan amarahnya di ruang publik, agar DPR dan Pemerintah tidak mengesahkan pasal pasal bermasalah dalam RKUHP yang dapat mengancam kehidupan berdemokrasi," ujar Ketua BEM Unpad Virdian Aurellio kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/6).

"Perihal estimasi massa ada 700 lebih dan terus bertambah saat kita data. [Lokasi] di DPRD Jawa Barat sebagai rumah perwakilan di Jabar," jelas Virdian.

Aksi ini merupakan bagian dari Pekan Melawan yang berlangsung dari tanggal 28 Juni hingga 6 Juli di berbagai penjuru Indonesia.

"Teman-teman Jakarta turun di tanggal 28 Juni, kami dari Bandung 30 Juni, disusul juga daerah daerah lainnya," ucap Virdian.

Dia mengatakan dalam aksi itu BEM se-Unpad membawa enam tuntutan yang akan disampaikan, yakni menuntut Pemerintah dan DPR RI agar segera membuka draf RKUHP dan menghapus pasal-pasal yang bertentangan dengan demokrasi.

Lalu, menuntut Pemerintah dan DPR untuk menunda pengesahan RKUHP, dan mengkaji ulang pembahasan rancangan beleid itu dengan menjamin transparansi dan partisipasi yang bermakna dengan melibatkan masyarakat sipil.

"Kemudian, menuntut pemerintah dan DPR RI untuk menghapus ketentuan Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat dalam RKUHP karena tidak sejalan dengan cita-cita yang dirumuskan naskah akademik," ungkapnya.

Selain itu, menuntut Pemerintah dan DPR RI untuk melakukan harmonisasi antara RKUHP dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Terakhir, menuntut pemerintah dan DPR RI untuk mengatur Kejahatan HAM Berat di luar RKUHP agar tidak bertentangan dengan asas legalitas dan Pengecualian asas non retroaktif dalam RKUHP.

(iam/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK