Cerita Warga Lereng Semeru Jalan Kaki Temui Jokowi demi Tolak Tanggul

CNN Indonesia
Kamis, 30 Jun 2022 07:59 WIB
Berbalut kaos oblong bertuliskan 'Korban Erupsi Semeru', tiga warga Lumajang berjalan kaki menuju Jakarta untuk menyampaikan aspirasi ke Presiden Jokowi.
Warga lereng Semeru di Kabupaten Lumajang yang berjalan kaki ke Jakarta untuk menemui Jokowi saat berada di Yogyakarta. (CNN Indonesia/Tunggul)
Yogyakarta, CNN Indonesia --

Sudah sepekan berlalu sejak Supangat (52) berjalan kaki meninggalkan rumahnya yang berada di lereng Gunung Semeru di Kamar Kajang, Sumber Wuluh, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur.

Tujuannya dari longmars itu satu: menuju Istana Kepresidenan di Jakarta untuk menyampaikan aspirasi langsung kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Jarak 800 kilometer lebih dia tempuh sebagai bentuk protes atas proyek pendirian tanggul di daerah aliran Sungai Regoyo. Dia telah melakukan perjalanan kaki itu dari kampung halamannya sejak 21 Juni 2022. Pada awal pekan ini, Senin (27/6), Supangat baru tiba di Kota Yogyakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bermalam dua hari dia di sana, dan bergabung pula dua rekannya untuk berjalan bersama hingga Jakarta untuk ketemu Jokowi. Rabu (29/6) pagi, ia dan dua rekannya kembali melanjutkan langkah kaki menuju Jakarta untuk bertemu Sang Penguasa.

"Saya jalan kaki karena putus asa," kata Supangat ditemui di Tugu Pal Putih, Kota Yogyakarta, Rabu (29/6).

Dua rekan yang menemani Supangat adalah Nur Holik (41) dan Masbud (36). Nur Holik dan Masbud juga merupakan warga Sumber Wuluh yang ikut menentang pembuatan tanggul sebagai bagian dari proyek penambangan pasir di Sungai Regoyo, lereng Gunung Semeru.

Supangat berangkat pada 21 Juni lalu, disusul Masbud kemudian. Nur Holik baru bergabung saat rombongan berada di Yogyakarta.

Modal pakaian dan bekal seadanya, Supangat menyusuri jalanan Probolinggo-Pasuruan-Sidoarjo-Surabaya-Krian-Mojokerto-Jombang-Kertosono-Nganjuk-Madiun-Yogyakarta.

Saat ditemui di Kota Pelajar itu, Supangat bercerita pengalamannya dan tekadnya untuk berjalan kaki menuju Jakarta.

Rasa letih, linu di kaki, dan ganasnya cuaca tak ia hiraukan tatkala mengingat bagaimana rumah miliknya dan para kerabat rusak diterjang lahar dingin Gunung Semeru pada Desember 2021 lalu.

"Kaki sampai kram, di Madiun hujan deras, tidur di mushola, toko, atau rumah saudara pas di Kertosono. Ya cuma pakai baju, celana pendek sama sandal jepit ini," ujar pria yang berprofesi sebagai petani ini.

Supangat dan warga setempat menduga pembuatan tanggul di Sungai Regoyo oleh perusahaan penambang pasir pada 2018 lalu telah mengalihkan aliran lahar dingin ke area pemukiman Kamar Kajang.

Tanggul itu, menurut Supangat, dibuat melintang selebar sungai dengan tinggi 4 meter atau sama dengan ketinggian tanggul pengaman banjir pada sebadan sungai yang dulu dibangun oleh Pemerintahan Soeharto tahun 1970.

"Melintang di aliran sungai hingga lebar mungkin sekitar 150 meter. Erupsi 2021, akhirnya (lahar dingin) meluber ke tempat kami. Rumah saya dan saudara-saudara saya tenggelam," urai dia.

Supangat, Nur Holik, dan Masbud jalan kaki Lumajang-Jakarta demi bisa bertemu Presiden Jokowi, Rabu (29/6). CNN IndonesiTiga warga Lumajang--Supangat, Nur Holik, dan Masbud--membaca doa bersama di Yogyakarta sebelum melanjutkan perjalanan kaki menuju Jakarta demi bisa bertemu Presiden Jokowi, Rabu (29/6). (CNN Indonesia/Tunggul)

Protes ke Pemkab Lumajang

Padahal, Supangat mengklaim warga di kampungya telah menyambangi Pemkab Lumajang guna mengingatkan potensi bencana akibat pembuatan tanggul itu sebelum dan sesudah erupsi Desember 2021 lalu. Dia mengaku juga sempat mengomunikasikan hal ini kepada Bupati Lumajang Thoriqul Haq.

Namun, menurutnya tak ada gayung bersambut dan tanggul tetap ada hingga kini. Sehingga akhirnya dia dan disusul dua rekannya itu membulatkan tekad untuk mengadukan nasibnya langsung ke Presiden Jokowi di Jakarta.

"Saya menuntut keadilan di daerah kami di Pemerintahan Lumajang nggak ada tanggapan sama sekali. Jadi saya lebih baik jalan kaki ke presiden, semoga kami didengar," kata dia.

Nur Holik mengatakan warga menduga perusahaan penambang pasir melakukan penanggulan menggunakan bongkahan-bongkahan batu besar sejak sekitar 2018-2019 ini adalah untuk menghambat dan menampung pasir yang terbawa banjir.

Tapi yang terjadi, kata dia, tanggul tersebut  malah membelokkan aliran banjir lahar dingin ke pemukiman warga.

"Sebelumnya [ada tanggul] tidak [meluber]. Seperti contohnya tahun 1994 itu kan enggak ada kegiatan pertambangan. Jadi erupsi [lahar dingin] itu langsung mengarah ke laut begitu dan hal itu sekali lagi saya tegaskan pada 23 Februari 2021 artinya jauh sebelum erupsi kami sudah melaporkan ke Pemkab dan juga pihak terkait," ucapnya.

Wisatawan melihat dari dekat lokasi bencana letusan gunung Semeru di dusun Sumbersari, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (9/12/2021). Sejumlah wisatawan tetap nekat mendekati lokasi jalur aliran lahar untuk berswafoto dan membuat konten media sosial meskipun sudah diperingatkan tentang bahaya banjir lahar hujan yang masih berpotensi terjadi. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/hp.Warga jadi turis dadakan melihat dari dekat lokasi bencana letusan gunung Semeru di dusun Sumbersari, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (9/12/2021). (ARI BOWO SUCIPTO/ARI BOWO SUCIPTO)

Bukan cuma tanggul, perusahaan itu juga disebut mendirikan kantor dan bengkel kerja (workshop) di daerah aliran sungai lereng Semeru itu.

Nur Holik mengatakan warga--termasuk Supangat--telah memprotes cara penambangan pasir yang tidak wajar ini terhitung sejak 2020 silam.

Ia mengklaim warga telah melapor ke kepala desa, polsek, polres, hingga pemerintah tapi tak satupun berbuah respons positif sejauh ini.

"Kami sudah mengingatkan bahwa jangan ditanggul dan jangan ada bangunan di dalam DAS namun hal tersebut tidak diindahkan sebelum erupsi," kata Nur.

"Kejadian erupsi kemarin menjadi Puncak kekhawatiran kami dan juga terjadinya erupsi [dan banjir lahar dingin] kemarin juga sebagai bukti, bahwa itu adalah kekhawatiran kami yang tidak pernah digubris sehingga banyak sekali baik korban, kerusakan lingkungan yang sangat parah dan juga harta benda yang sangat banyak kerugian," tambahnya.

Nur Holik, Supangat, dan Masbud menargetkan dalam waktu 6 hari ke depan bisa tiba di Istana Kepresidenan di Jakarta Pusat. Mereka turut mengapresiasi dukungan dan bantuan materi dari pihak-pihak yang menaruh simpati atas aksi jalan kaki Lumajang-Jakarta ini.

Baca halaman selanjutnya, ada pernyataan dari Bupati Lumajang.

Penjelasan Bupati Lumajang soal Protes Warga Lereng Semeru

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER