Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan tiga undang-undang terkait pembentukan provinsi baru di Papua yang terdiri dari Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan, Kamis (30/6) siang.
Pengesahan dilakukan setelah seluruh fraksi di dalam rapat paripurna menyatakan setuju terhadap tiga rancangan regulasi yang sebelumnya telah disepakati di Komisi II DPR itu.
Saat dimintai tanggapan terkait langkah di pusat tersebut, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menyebut RUU untuk membentuk daerah otonomi baru (DOB) itu merupakan keinginan 'orang Jakarta'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Timotius, pembentukan RUU DOB 3 provinsi baru itu bukan keinginan rakyat Papua.
"RUU yang baru, tiga RUU ini yang saya pikir itu adalah keinginan Jakarta bukan keinginan orang asli Papua (OAP)," kata Timotius dalam konferensi pers virtual, Kamis (30/6).
Timotius mengatakan pada rapat terbatas 11 Maret 2020, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta para menterinya sebelum melakukan evaluasi mengenai otonomi khusus berkonsultasi dengan tokoh masyarakat Papua, baik tokoh adat maupun agama.
Namun, kata Timotius, konsultasi itu tidak dilakukan. Itulah yang kemudian membuat pihaknya menilai pembentukan RUU DOB itu bukan keinginan orang asli Papua. Ia juga menyebut pembentukan DOB baru di Papua merupakan konsekuensi perubahan kedua UU Otonomi Khusus.
"Artinya bahwa DOB ini konsekuensi dari pada perubahan kedua yang terburuk dan tanpa keterlibatan rakyat Papua," kata Timotius.
Timotius mengatakan saat ini pemerintah dan DPR sedang mempertontonkan pengelolaan yang buruk kepada masyarakat, khususnya rakyat Papua.
Ia mengatakan sejak UU Otonomi Khusus diubah untuk kedua kalinya dan pembahasan RUU DOB bergulir, kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah pusat RI di Jakarta telah merosot.
"Ketika perubahan UU Otsus yang kedua kemudian RUU DOB bergulir, kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah turun, dan minim," ujar Timotius.
Terkait hal tersebut, MRP pun melayangkan gugatan atas UU Otsus Papua ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor perkara 47/PUU-XIX/2021 itu, MRP menilai norma dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat (3), Pasal 68 A, Pasal 76 dan Pasal 77 UU Otsus Papua melanggar hak konstitusional mereka sebagai orang asli Papua (OAP).