Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi pasal penunjukan penjabat (Pj) gubernur dalam Undang-Undang Pilkada yang dilayangkan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK).
JRMK mempermasalahkan masa jabatan Pj gubernur DKI Jakarta dan Papua. Para Pj gubernur itu akan menjabat lebih dari 2,5 tahun. Masa itu lebih lama dari masa minimal kepala daerah pilihan rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MK menilai permohonan yang diajukan Eny Rochayati dkk kabur. Mahkamah pun menyatakan tak bisa menerima permohonan tersebut.
"Amar putusan: mengadili pernyataan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman pada sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (7/7).
Dalam pertimbangan, MK menilai tak ada persoalan konstitusionalitas norma pada aturan penunjukan Pj kepala daerah. Mahkamah pun menilai permohonan pemohon tak beralasan menurut hukum.
Mahkamah juga menilai permohonan pemohon tidak memenuhi syarat formil. Hao itu disebabkan petitum pemohon yang saling bertentangan.
"Andai pun permohonan para pemohon tidak kabur, permasalahan para pemohon tidak beralasan menurut hukum," ucapnya.
Sebelumnya, sejumlah anggota JRMK mengajukan permohonan uji materi atas pasal 201 ayat (9) beserta penjelasannya, ayat (10), dan ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Pasal-pasal itu mengatur penunjukan Pj kepala daerah dalam rangka penyerentakan pilkada. Pj kepala daerah mengisi posisi gubernur, bupati, dan wali kota hingga kepala daerah definitif terpilih pada Pilkada Serentak 2024.
JRMK melayangkan gugatan itu karena merasa hak konstitusionalnya dirugikan. Mereka tak bisa menyampaikan aspirasi karena kepala daerah dipilih oleh pemerintah.
"Hal itulah yang JRMK tengarai sebagai kudeta dari pemerintah pusat terhadap otonomi daerah atau demokrasi," kata Koordinator JRMK Minawati melalui keterangan tertulis, Rabu (2/3).
(dhf/ain)