ANALISIS

Tipis Peluang Yusril Cs Ubah Pendirian 'The Guardian of Oligarchy'

CNN Indonesia
Jumat, 08 Jul 2022 13:27 WIB
Sejumlah pakar menilai sistem presidential threshold saat ini membuka peluang besar bagi oligarki memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan segelintir kelompok.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyebut MK bukan lagi 'the guardian of constitution', melainkan telah berubah menjadi 'the guardian of oligarchy'. Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia --

Mahkamah Konstitusi (MK) berkali-kali menolak gugatan presidential threshold atau syarat ambang batas calon presiden di Indonesia. Hingga hari ini setidaknya terdapat 28 putusan MK terhadap pengujian presidential threshold.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menyebut MK bukan lagi 'the guardian of constitution', melainkan telah berubah menjadi 'the guardian of oligarchy'. Hal itu disampaikan Yusril setelah baru-baru ini MK menolak gugatan yang diajukan PBB terkait uji materi Pasal 222 UU Pemilu.

Sejauh ini sudah ada sembilan putusan terhadap pengujian Pasal 9 UU Pemilu sebelumnya yakni UU Nomor 42 Tahun 2008 dan 19 putusan terhadap pengujian Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya," demikian bunyi Pasal 222 UU Pemilu.

Para penggugat menilai ketentuan pasal 222 UU Pemilu itu telah menghalangi hak serta kewajiban pemohon untuk memajukan dan memperjuangkan kesetaraan bagi putra-putri daerah dalam mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden.

Adapun dari 19 putusan terhadap UU Pemilu yang digunakan saat ini, 16 di antaranya tidak diterima dan tiga sisanya ditolak oleh MK.

Pengamat Politik dari Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai MK sudah tidak bisa diharapkan mengabulkan gugatan soal presidential threshold di Indonesia.

Ray menilai, sedari awal MK memang tidak serius menangani atau bahkan berpikir untuk memenangkan gugatan ini. Padahal MK sebelumnya sudah menyatakan bahwa Pemilu menjadi satu dari dua produk hukum yang paling banyak digugat sepanjang 2021 oleh masyarakat.

"Jangan berharap deh kalau komposisi anggota MK seperti yang sekarang ini. Sekarang tidak ada harapan, kita lihat Ketua MK ada hubungan dengan Pak Presiden, yang lainnya merupakan pilihan anggota DPR," kata Ray saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (8/7).

Ray menduga ada kepentingan tertentu yang membuat petinggi MK seolah tidak berpihak pada suara arus bawah. Sebab presidential threshold menurutnya memiliki sejumlah kerisauan yang sudah diprotes oleh banyak orang.

Ia pun mendesak agar presidential threshold dihapus. Pertama, ambang batas presiden yang ditetapkan dinilai tidak relevan dengan pelaksanaan Pemilu serentak. Selain itu, presidential threshold membuat sistem presidensial menjadi tidak sehat.

"Teknis ya, kalau Pemilu serentak bagaimana menerapkan presidential thresholdnya? kan lucu kala ambang batasanya diambil dari Pemilu sebelumnya. Bukankah tujuan presidential threshold untuk mengontrol kekuatan presiden di parlemen? sementara hasil Pemilu sebelumnya kan tidak menggambarkan hasil sesudahnya," kata dia.

Kedua, Ray melihat banyak masyarakat yang menjagokan sosok calon presiden di luar partai politik (parpol). Adapun untuk parpol lain, seharusnya mereka memiliki hak konstitusional untuk mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.

Ketiga, presidential threshold dikhawatirkan akan membuat parpol yang 'lolos' sebelumnya semakin superior dan membuat kebijakan baru yang semakin menguntungkan mereka dengan misalnya menaikkan persentase presidential threshold.

"Dan terakhir tentu saja membuat persaingan lebih sehat. Kalau hanya 2-3 kandidat ya ujung-ujungnya orang akan mencari isu-isu yang aneh, misalnya isu agama dan lainnya," ujar Ray.

"Jadi dihilangkan saja presidential threshold, jadi 0 persen saja, tidak ada masalah kok," imbuhnya.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Oligarki dan Persoalan Logika Demokrasi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER