Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menduga ada penyalahgunaan dana bantuan yang dilakukan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan dari temuan yang ada, pihaknya menduga ada penyelewengan dana untuk kepentingan pribadi para petinggi lembaga itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ramadhan menjelaskan, salah satu satu program kemanusiaan yang dananya diduga diselewengkan ialah dana kompensasi bagi ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Temuan tersebut disampaikan oleh pihak kepolisian setelah Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut ada segudang permasalahan keuangan di lembaga itu.
Berikut CNNIndonesia.com coba rangkum dugaan terbaru soal dugaan penyelewengan dana ahli waris korban Lion Air JT-610:
Polisi menjelaskan penyelewengan tersebut diduga dilakukan oleh mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar. Mereka berdua, kata Ramadhan, diduga menggunakan sebagian dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang didapatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi.
"Melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial atau CSR dari pihak Boeing untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (9/7).
Selain itu, Bareskrim Polri juga menduga lembaga filantropi ACT sengaja membujuk keluarga ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 agar dipilih sebagai pengelola dana kompensasi.
Ramadhan menjelaskan, Boeing mensyaratkan penyaluran dana kompensasi dilakukan lewat lembaga atau yayasan bertaraf internasional. Atas hal tersebut kemudian Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.
"Pasca kejadian kecelakaan tersebut, para ahli waris korban dihubungi oleh pihak yang mengaku dari yayasan ACT meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR tersebut dikelola oleh pihak yayasan ACT," jelasnya.
Setelah ditunjuk sebagai pengelola dana kompensasi, Ramadhan menyebut ACT tak pernah mengikutsertakan para ahli waris dalam penyusunan rencana ataupun penggunaan dana CSR yang diterima dari Boeing.
Selain itu, kata dia, para ahli waris juga tak pernah mendapat informasi mengenai besaran dana sosial yang mereka dapatkan dari Boeing.
"Pihak yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial/CSR yang diterimanya dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap," ucap dia.
Sejauh ini polisi masih melakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap perkara ini. Kasus masih dalam tahap penyelidikan dan belum ada tersangka yang dijerat.
Namun, Bareskrim telah memeriksa dua petinggi ACT Ahyudin dan Ibnu Khajar pada Jumat (8/7). Pemeriksaan berlangsung panjang hingga hampir tengah malam.
Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
(tfq/pmg)