Survei: Publik Setuju Proses Damai Kasus Kekerasan Seksual Dihilangkan

CNN Indonesia
Rabu, 13 Jul 2022 01:35 WIB
Survei menyatakan publik mendukung jika kasus kekerasan seksual tidak diselesaikan dengan damai seperti diatur di UU TPKS (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Survei yang dilakukan SETARA dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia menyatakan 75 persen responden setuju proses damai dihilangkan dalam penanganan kasus kekerasan seksual seperti tertuang dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Hasil survei dipaparkan dalam Diskusi Menilik Kembali (R)UU Untuk Rakyat yang digelar Infid, Selasa (12/7).

"Yang setuju pada rehabilitasi dan dihilangkannya proses damai juga tinggi, yaitu 75%. Kita bisa bilang UU TPKS sudah memenuhi kebutuhan masyarakat", tutur Alfindra Primaldhi, Ketua tim riset kuantitatif SETARA.

Lewat riset tersebut, 50 persen responden mengetahui UU TPKS telah disahkan. Kemudian ada 98 persen yang merasa bahwa UU TPKS benar-benar dibutuhkan masyarakat.

"Dukungan terhadap UU TPKS sangat tinggi. Bahkan lebih dari setengah responden setuju dengan hukuman dalam UU TPKS," kata Alfindra.

Survei dilakukan di 20 kota/kabupaten di 18 provinsi dengan melibatkan 1.200 responden. Kota dan kabupaten dipilih berdasarkan persebaran kasus kekerasan seksual.

Kota dan kabupaten yang dipilih sebagai lokasi survei juga merupakan domisili dari 84 persen penduduk Indonesia.

Di kesempatan yang sama, anggota tim riset kualitatif SETARA Maidina Rahmawati mengatakan UU TPKS perlu ditopang oleh peraturan lainnya agar benar-benar terlaksana.

Misalnya soal penghilangan proses damai di kasus kekerasan seksual. Dia mengatakan ada peraturan Kapolri yang perlu direvisi agar selaras dengan UU TPKS.

"Misalnya di Peraturan Kapolri 88/2021 masih mengizinkan adanya upaya mempertemukan pelaku dengan korban kekerasan seksual. Nah, dengan adanya UU TPKS maka sudah tidak bisa lagi dilaksanakan," kata Maidina.

Terpisah, Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah tengah mempercepat pembuatan peraturan turunan dari UU TPKS.

Itu dilakukan usai kerap terjadi dugaan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan seperti sekolah dan pondok pesantren.

"Kan sudah ada UU, UU-nya sudah turun, dan sekarang peraturan turunannya, peraturan-peraturan pemerintah sedang kita kebut," kata Muhadjir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/7).

Menurut Muhadjir aturan turunan dari UU TPKS akan memaksimalkan pencegahan kekerasan seksual yang terjadi. Sebab, aparat penegak hukum juga memerlukan payung hukum yang pasti untuk menindak pelaku kekerasan seksual.

Muhadjir berharap dengan UU TPKS dan aturan turunannya nanti kasus kekerasan seksual, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkup yang lebih luas dapat dicegah.

"Dengan ada UU ini, dengan produk turunannya, InsyaAllah penanganan kekerasan, bukan hanya di sekolah, tapi kekerasan dalam arti yang luas juga akan mudah dilakukan," jelas dia.

(dmi/bmw)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK