Survei: Generasi Milenial dan Z Tergolong Toleran dalam Beragama
Survei yang dilakukan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) bersama Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyatakan generasi muda Indonesia cenderung toleran.
Mereka yang menjadi responden survei merupakan kalangan generasi milenial dan generasi Z di 36 kabupaten/kota di 18 provinsi. Ada 1.200 responden yang terlibat dalam survei.
"Hasilnya, ada indikasi sikap positif terhadap inklusivitas agama," ungkap Abdul Waidl, Senior Program Officer HAM dan Demokrasi INFID lewat siaran pers, Kamis (14/7).
Sebanyak 65 persen responden milenial dan lebih dari 70 persen responden Gen Z mendukung keberadaan tempat ibadah untuk agama minoritas di sekolah.
Kemudian, 97 persen setuju bahwa semua warga negara, apapun agamanya, harus memiliki hak yang sama di hadapan negara, termasuk kesempatan untuk bekerja/membuka usaha.
Dalam hal kesetaraan gender, 42 persen generasi milenial dan 46 persen Gen Z menilai sosok perempuan layak untuk menjadi pimpinan negara.
Meski demikian, ada temuan yang mengarah pada kecenderungan eksklusivitas beragama. Misalnya, 40 persen responden setuju peraturan berpakaian di sekolah disesuaikan dengan mayoritas agama yang dianut siswa.
Begitu pula di kategori kepemimpinan. Hanya 19 persen responden yang menganggap pemeluk agama minoritas layak untuk menjadi presiden.
"Kondisi ini perlu direspon dengan merawat sikap-sikap positif dan mengelola sikap-sikap negatif melalui upaya-upaya edukatif. Sekolah, media sosial, tokoh publik, dan generasi muda harus aktif dalam merawat dan menanamkan toleransi, kebhinekaan dan kebebasan beragama," ujar Abdul Waidl.
Andre Notohamijoyo, Asisten Deputi Mitigasi Bencana dan Konflik Sosial Kemenko PMK, mengatakan bahwa keluarga merupakan kunci dalam membentuk sikap toleran pada generasi muda di tengah informasi yang berlimpah seperti sekarang.
Generasi muda harus memiliki bekal yang cukup dari lingkungan terkecil yakni keluarga untuk melihat dan merespons perbedaan yang mereka lihat di luar rumah.
"Ruang terkecil untuk membangun toleransi, kebinekaan dan kebebasan beragama dapat dimulai dari keluarga," kata dia.