Akal Sehat Kader PDIP Jungkir Balik di Kasus Penembakan Brigadir J

CNN Indonesia
Senin, 18 Jul 2022 08:53 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan membeberkan kejanggalan kasus penembakan Brigadir J di rumah Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. Foto: Wahyu Putro A
Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan kembali menyoroti kejanggalan di balik kasus penembakan Brigadir J hingga tewas di rumah Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.

Kejanggalan itu di antaranya terkait dengan bekas tembakan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah Kadiv Propam yang tidak pernah ditampilkan.

Hingga lebih dari sepekan kasus bergulir sejak Jumat (8/7), kata dia, kalangan pers tidak pernah diperkenankan masuk rumah untuk mengetahui kebenaran bekas peluru akibat baku tembak yang diklaim ada di sekitar rumah.

"Kita yang orang hukum, kelihatannya ya akal sehat kita dibalikkan. Nah itu kan harusnya ada. Enggak mungkin dong orang tembak tembakan enggak ada bekas darahnya, kaca pecah atau apa itu kan tidak pernah diperlihatkan," ujar Trimedya dalam webinar yang disiarkan lewat instagram @diskusititiktemu.

Trimedya juga menyoroti kejanggalan dari jenis senjata yang dipakai Bharada E saat kejadian baku tembak dengan Brigadir J.

Diketahui, Bharada E menggunakan senjata api berjenis Glock-17, sementara itu, Brigadir J menggunakan pistol jenis HS-9.

Trimedya menilai janggal dengan senjata yang dipakai Bharada E. Sebab, senjata api jenis itu bukan untuk anggota yang berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada).

"Kalau dulu, bukan sersan, balok lah ya istilahnya ya, dan itu biasanya AKP atau kapten yang pegang jenis senjata itu [Glock-17]. Karena senjata itu kan mematikan...Sama seperti yang disampaikan Pak Arianto tadi, harusnya dia [Bharada E] laras panjang," kata dia.

Kejanggalan lainnya terlihat pada momen konferensi pers yang disampaikan pihak kepolisian. Menurut Trimedya, ada ketidaksiapan yang seolah ditutupi oleh pihak kepolisian ketika merilis kasus ini.

Dimulai dari keterangan pertama yang disampaikan Divisi Humas Mabes Polri pada Senin (11/7) yang terlihat tak ada kesiapan merilis kasus tersebut. Ditambah lagi dengan konferensi pers Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa (12/7), karena tidak ada barang bukti yang disuguhkan ke publik.

"Aneh, saya tahun 91 sudah jadi pengacara. Enggak pernah tuh saya melihat ada konferensi pers barang bukti tidak ditunjukkan. Itu tidak ditunjukkan barang buktinya, itu selongsong seperti apa, jenis senjata seperti apa," terang dia.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto yang menutup lembar putih yang dipegangnya saat merilis kasus tanpa menunjukkan kepada insan media yang hadir.

"Kapolres Jakarta Selatan itu pada saat konferensi pers mungkin hari Selasa dia konferensi pers. Dia pegang kertas, ya gak tau kertas apa itu. Apakah kertas ringkasan otopsi atau kertas apa, gitu loh. Biasanya kan diberikan kesempatan, karena itu konferensi pers, wartawan close up hasil itu, ini kan enggak," paparnya.

Atas beberapa kejanggalan itu,Trimedya mengaku memberikan tiga usulan kepada Listyo lewat aplikasi pesan WhatsApp yaitu untuk membentuk tim khusus; menarik berkas ke ke Markas Besar (Mabes) Polri karena sudah termasuk isu nasional; dan menonaktifkan Freddy Samdo.

Ia pun berharap tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dapat segera memberikan titik terang untuk kasus ini.

"Supaya masyarakat percaya dan ini kado ulang tahun Polri yang enggak bagus menurut saya," ujar Trimedya.

Sementara itu kepolisian telah merespons berbagai pertanyaan masyarakat mengenai kejanggalan kasus tersebut.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan polisi mengedepankan pendekatan ilmiah atau Scientific Crime Investigation (SCI) dalam mengungkap kasus penembakan Brigadir J di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo.

Dedi mengatakan langkah ini ditempuh Polri untuk menjawab berbagai asumsi yang ada di masyarakat terkait insiden penembakan itu.

"Untuk menghindari spekulasi yang dianalogikan tanpa didukung oleh pembuktian ilmiah dan bukan orang yang expert di bidangnya justru akan memperkeruh keadaan," ujar Dedi dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (17/7).

Ia menuturkan proses pembuktian ilmiah itu antara lain merampungkan hasil autopsi yang dilakukan oleh tim kedokteran forensik. Kemudian, laboratorium forensik juga tengah melakukan uji balistik dari proyektil, selongsong, serta senjata api yang digunakan dalam peristiwa penembakan Brigadir J.

(pop/gil)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK